Dengan tidak
mengurangi dan mengubah satu kata dan bentuk pun, karya sastra ini ditulis
ulang oleh Afrizal –azi Jasman untuk proses ujian akhir karya seni teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung 2007.
Kapai-Kapai
Arifin
C. Noer
(1970)
Drama
lima babak
Para
pelaku :
Abu
Iyem
Emak
Yang
Kelam
Bulan
Majikan
Kakek
Jin
Putri
Pangeran
Bel
Pasukan
Yang Kelam
Kelompok
Kakek
Seribu
Bulan Yang Goyang-Goyang
Gelandangan
Tanjidor
dll
BAGIAN PERTAMA
Dongeng Emak
Emak :
Ketika prajurit-prajurit dengan tombak-tombaknya mengepung istana cahaya
itu, sang Pangeran Rupawan menyelinap diantara pokok-pokok puspa, sementara air dalam kolam berkilau
mengandung cahaya purnama. Adapun sang Putri Jelita, dengan
debaran jantung dalam dadanya yang baru tumbuh, melambaikan
setangan sutranya dibalik tirai merjan, dijendela yang sedang
mulai ditutup oleh dayang- dayangnya. Melentik air dari matanya bagai
butir-butir mutiara.
Abu :
Dan sang Pangeran, Mak ?
Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Duhai, seratus
ujung tombak yang tajam berkilat membidik pada satu arah ; purnama
di angkasa berkerut wajahnya lantaran cemas, air kolam pun
seketika membeku, segala bunga pucat lesi mengatupkan kelopaknya,
dan...
Abu :
Dan Sang Pangeran selamat, Mak ?
Emak :
Selalu selamat. Selalu selamat.
Abu :
Dan bahagia dia, Mak ?
Emak :
Selalu bahagia. Selalu bahagia.
Abu :
Dan sang Putri, Mak ?
Emak :
Dan sang Putri, Nak ? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan kecemasan. Ia pun
berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi yang sangat panjang,
diaman seribu bulan menyelimuti kedua tubuh yang indah itu penuh
cahaya.
Abu :
Dan bahagia, Mak ?
Emak : Selalu bahagia. Selalu bahagia.
Majikan : Abu !
Emak : Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur
sore-sore.
Abu : Sang Pangeran
juga tidur sore-sore, Mak ?
Emak : Tentu. Sang
Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng. Kau seperti Sang Pangeran
Rupawan.
Majikan : Abu !
Abu : Mak ?
Majikan : Abu !
Abu :
Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat ?
Majikan :
Abu !
Emak : Berkat cermin
tipu daya.
Abu : Berkat Cermin
Tipu Daya, Mak ?
Majikan : Abu !
Emak : Semuanya berkat
Cermin Tipu Daya.
Abu : Cuma berkat itu
?
Majikan : Abu !
Emak : Cuma berkat itu.
Abu : Cuma.
Majikan : Abu ! Abu !
Abu : .... di mana
cermin itu dapat diperoleh, Mak ?
Emak : Jauh nun di sana
kala semuanya belum ada (KELUAR)
Majikan : Bangsat ! Tuli
kamu ?
Abu : Mak ?
2
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1930
dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian pesuruhmu
(KELUAR)
3
SETELAH IA MENGENAKAN PAKAIANNYA SEBAGAI PESURUH KANTOR TERDENGAR GEMURUH
SUARA PABRIK
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Hamba, Tuan.
Majikan : Bangsat kamu !
Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama.
Lebih bodoh kamu dari pada kerbau.
4
Emak : Anak yang ganteng
tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri Rupawan ?
Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu yang kotor,
nanti emak akan mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu ? Ketika
Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua
itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu.
Abu : (KETAKUTAN)
Emak :
Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan
pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga
harta karun itu. Di angkasa serombongan mendung yang maha hebat
membendung sang surya, sehingga alam yang siang menjadi gelap
gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan
sinar yang memancar dari dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan
kepala kagum karena tahu sinar itu adalah sinar permata-permata
yang tertimbun disana. Tatkala angin pun sirna, Sang Pangeran telah
memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada suara kecuali derap kuda
dengan ringkiknya. Ketika kuda itu berada didepan pintu gua,
sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi menyerang mengepung
Sang Pangeran. Tahulah
kini Sang Pangeran bahwa mendung itu adalah hantu-hantu.
Abu : Dan Sang
Pangeran, Mak ?
Emak :
Dan Sang Pangeran, Nak ?Amboi, berjuta kuku dan taring lancip bagai ujung-ujung
belati rapat mengancam Sang Pangeran ; dari atas dari bawah, dari kiri dari kanan, dari muka dari
belakang. Rupanya hantu- hantu itu berdengus sehingga seketika terjadi
topan dasyat yang amat bacin baunya.
Abu : Dan Sang
Pangeran, Mak ?
Emak :
Dan Sang Pangeran, Nak ? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku dan taring-taring
yang berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan deraslah yang kini
ada. Maka dalam kehujanan itu pun, Sang Pangeran mengacungkan
cerminnya dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya. Langit telah kembali
sebagai wajarnya, yang penuh cahaya surya ketika Sang Pangeran memboyong
harta permata itu ke Istana Cahaya dimana Sang Putri menanti dipelaminan.
Abu : Dan bahagia, Mak
?
Emak :
Selalu bahagia. Selalu bahagia.
Abu : Dan Sang Putri,
Mak ?
Emak :
Sang Putri berdebar menanti dipelaminan, sementara rakyat seluruh kerajaan berpesta. Dan ketika Sang Pangeran
muncul di gerbang Istana Cahaya dengan di iringi kuda-kuda yang
mengangkut peti-peti harta, seketika bergetarlah dada Sang Putri yang
baru tumbuh itu dan sekalian rakyat bersorak-sorak mengelu-elukan. Kedua
mempelai itu telah berpadu dalam lautan permata yang sangat
menyilaukan. Lautan harta seharga berjuta-juta nyawa manusia.
Abu : Keduanya
bahagia, Mak ?
Emak : Selalu bahagia.
Selalu bahagia.
Abu : Berkat Cermin
Tipu Daya, Mak ?
Emak : Berkat Cermin
Tipu Daya.
Abu : Dimana Cermin
itu dapat dibeli, Mak ?
Emak : Jauh nun di ujung
dunia... disebuah toko milik Nabi Sulaiman...
Abu : Dan harganya,
Mak ?
Emak :
Nanti kau sendiri pasti tahu. Nanti. Pasti.
Abu :
Bahagia, Mak ?
Emak :
Pasti bahagia. Selalu bahagia. Sekarang bayangkan bagaimana kalau kau menjadi Sang Pangeran Rupawan. Kau niscaya
dapat merasakan dengan lebih nyata apabila kau lelap tidur. Nah,
sekarang pejamkan kedua matamu. Tidur. Burng-burung pun sudah tidur.
Tidur. Matahari pun sudah tidur. Tidur. Pohon-pohon pun sudah
tidur. Tidur seantero alam telah mendengkur. Tidur.
5
Emak : Bulan !
Bulan : Ya, Mak.
Emak : Selimuti
keduanya.
Bulan : Kalau dia
terbangun.
Emak : Tidurkan lagi.
Bulan : Kalau dia
terjaga lagi ?
Emak : Mabukkan dia.
Bulan : Kalau sadar lagi
?
Emak : Pingsankan dia.
Bulan : Kalau dia siuman
lagi ?
Emak :
Itu urusan Yang Kelam. Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan Emak
yang terakhir. Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai
menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin menginsyafi bagaimana selama
ini ia kita perdayakan. Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia akan
tetap patuh kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia
memerlukan hiburan dan hanya kitalah yang mapu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak
berarti bahwa kita bisa bekerja secara improvisasi seperti yang
sudah-sudah. Di manakah Yang kelam ?
Yang Kelam : Saya di sini, Mak.
Emak : Kau dengar apa
yang baru Emak katakan ?
Yang Kelam : Tak satu kata pun
lewat dari telingaku, Mak.
Emak :
Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun
pekerjaan kita yang meleset.
Yang kelam : Dia tidur ?
Emak :
Tidur, tidak. Tidak tidur, tidak. Seperti yang sudah-sudah, seperti yang lain-lain
juga, ia sudah mati tapi ia tidak tahu.
Yang Kelam : Saya beritahu dia ?
Emak : Belum waktunya.
Berapa umur kau ?
Yang Kelam : Dua puluh satu.
Emak :
Kita perpanjang amat panjang. Pada usiamu yang ke 70 beritahulah dia. Ingat jangan ulang cara yang usang.
Bulan : Beritahu
sekarang saja dia.
Emak : Kau selalu punya
belas, Bulan.
Bulan : Dia orang
miskin.
Emak :
Justru akan kita perkaya. Ah, sudahlah. Kau dapat menolongnya dengan cara
yang menghiburnya. Waktu Emak habis. Emak harus mengarang.
6
Bulan : (MENYANYI) Andai
kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan milikku.
Kecantikkanku pun bukan milikku.
Yang Kelam : Jangan nyanyikan
nyanyian itu lagi nanti Emak marah lagi.
Bulan : Kau yang salah.
Yang Kelam : Tak ada yang salah.
Bulan : Kau yang salah.
Kalau kau tak ada.
Yang Kelam :
Adaku bukan minatku. Tapi kalau aku tak ada kau pun dan segala pun tak
ada.
Bulan : Kenapa kau tidak
memilih tidak ada ?
Yang Kelam : Karena kita ada. Dan
begitu saja ada.
Bulan : Karena ada mula,
karena ada mula.
Yang Kelam : Maka ada akhir dan
akulah itu. Dia dan aku.
Bulan : Karena ada,
itulah kesalahannya.
Yang Kelam : Kita hanya menjalani
kodrat. Jalanilah kodrat maka kita akan selamat.
Bulan :
(MENYANYI) Andai kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan milikku.
Yang Kelam : Jangan menyanyi.
Mengeramlah kalau bisa atau diam.
Bulan : Aku hanya bisa
menyanyi. Pun begitu nyanyian buakn pula milikku.
Yang kelam : Perempuan cengeng.
Bulan : Lelaki kejam.
Kembalikan Cermin Tipu Daya itu.
Yang Kelam : Kau tak akan memilikinya
lagi.
Bulan : Sudah satu abad
kau pinjam.
Yang Kelam :
Dan aku tak akan pernah mengembalikan kepadamu. Ya, sejak satu abad yang
lalu Abu sudah mulai menginsyafi bahwa puncak bahagia ada pada diriku,
tatkala ia melihat pada cerminku.
Bulan : Cerminku !
Cerminku !
Yang Kelam : Dulu. Sekarang
milikku.
Bulan :
Kau kejam. Kau tak punya kasihan. Kalau dia bercermin pada kau hanya malam
yang kau tampilkan.
Yang Kelam :
Memang dia hanya punya malam. Akulah dia. Ini pun kodrat. Ia tak dapat melepaskan diri dari kodrat ini.
Bulan : Konyolnya.
Yang Kelam : Itulah jawaban dari
segalanya. Konyol.
ABU BANGUN, MENGIGAU. BULAN DAN YANG KELAM KELUAR.
Bulan :
( MENYANYI) Kalau kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar
pun bukan milikku. Andai kau mabuk jangan salahkan daku. Kecantikkanku
pun bukan milikku.
7
Iyem : Monyong lu ! Lelaki macam lu ?
Kerbau ? Babi ?
Abu :
(BINGUNG) Jam berapa, Yem ?
Iyem :
Jam berapa ? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enak- enak
ngorok. Apa kamu tidak mau kerja ?
Abu :
Bukan begitu.
Iyem :
Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira tidak
bisa ? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki
hidung belang di ketiak saya.
Abu :
Kau jangan bicara sekasar itu.
Iyem :
Kamu lebih kasar lagi. Tidur
sama istri kamu masih mimpi yang tidak- tidak. Tuh lihat tikar basah begitu. Kalau kau sudah bosan dengan saya bilang saja terus terang. Jangan
sembunyi-sembunyi. Ayo, kau mimpi dengan siapa ? Dengan si Ijah
yang pantat gede itu ? Bangsat !
Abu : Mimpi ?
Iyem : Jangan main
lenong (MENANGIS) Memang saya sudah peot. Habis manis
sepah dibuang.
Abu : Jangan bicara begitu.
Iyem : Memang begitu.
Abu : Tidak seperti
yang kau bayangkan.
Iyem : Memang begitu.
Abu : Diamlah, Yem.
Iyem : Memang begitu.
Abu : Iyem.
Iyem : Saya bunting kau
tidak tahu.
Abu : Bunting ? Kau
bunting ?
Iyem : Kata Emak.
Abu : Kau bunting ?
Iyem : Kalau tidak apa
namanya ?
Abu : Iyemku. Iyemku
(KEDUANYA MENARI)
Iyem : Pepaya bunting
isinya setan.
Dimakan dukun dari Sumedang.
Perut aye bunting isinya intan.
Ditimang sayang anak disayang.
Abu : Pohon pisang
tidak berduri.
Pagar disusun oleh rembulan.
Mohon
abang lahir si putri.
Biar
disayang setiap kenalan.
Iyemku.
Iyemku.
Iyem :
Abuku. Abuku (KEDUANYA
BERPELUKKU) Kau masih cinta pada Iyem ?
Abu :
Selalu cinta. Selalu cinta.
Iyem :
Kau masih sayang pada Iyem ?
Abu :
Selalu sayang. Selalu sayang.
Iyem :
Iyem minta anu.
Abu :
Minta apa, Yem ?
Iyem :
Minta anu.
Abu :
Anu apa ?
Iyem :
Iyem ngidam.
Abu :
Minta rujak asam, Yem ?
Iyem :
Bukan.
Abu :
Apa Iyem ?
Iyem :
Kerupuk.
Abu :
Kerupuk udang, Yem ?
Iyem :
Bukan.
Abu :
Kerupuk terigu, Yem ?
Iyem :
Bukan.
Abu :
Kerupuk plastik, Iyem ?
Iyem :
Bukan. Iyem, bilang !
Abu :
Iyem.
Iyem :
Kepingin.
Abu :
Kepingin.
Iyem :
Kerupuk.
Abu :
Kerupuk.
Iyem :
Apa yo ?
Abu :
Apa yo ?
Iyem :
Apa ?
Abu :
Apa ?
Iyem :
Kerupuk.
Abu :
Kerupuk.
Iyem :
Kerbau !
Abu :
Kerbau !
Iyem :
Horee !
Abu :
Berapa kilo, Iyem ?
Iyem :
Satu biji.
Abu :
Lainnya, Yem ?
Iyem :
Anu.
Abu :
Anu apa, Iyem ?
Iyem :
Cium.
Abu :
Berapa kali, Iyem ?
Iyem : Seribu kali
(MEREKA BERCIUMAN)
Abu : Bau pete. Kau
makan pete ?
Iyem :
tadi di rumah si Ipoh. (MEREKA PUN BERCIUMAN)
8
YANG KELAM BERSAMA PASUKANNYA MEMUKUL LONCENG EMAS KERAS SEKALI. ARUS WAKTU
DERAS MELANDA KEDUANYA. IYEM MELAHIRKAN DAN SETERUSNYA. ABU TERPUTAR DALAM RODA
KERJA RUTINNYA.
Majikan : Abu !
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Abu !
Abu : Ya, Tuan.
SERIBU MAJIKAN MEMRINTAH ABU. MENJERAT LEHER ABU MENJERIT. SERIBU TANGAN
MAJIKAN DI KEPALA ABU.
9
Yang Kelam :
Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan di Salam, 6 km
dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal.
Kemudian ia pindah ke Cirebon. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Kemudian ia akan mati pada tahun 1980.
Iyem :
Tidak. Abu jangan hiraukan. Hidup saja hidup. Habis perkara. Terlalu banyak
pertanyaan untuk terlalu sedikit waktu.
Layar
BAGIAN KEDUA
Burung, di manakah ujung
dunia ?
1
Abu : Burung, di
manakah ujung dunia ?
Burung : Di sana.
Abu : Katak, di
manakah ujung dunia ?
Katak : Di sana.
Abu : Rumput, dia
manakah ujung dunia ?
Rumput : Di sana.
Abu : Embun, di
manakah ujung dunia ?
Embun : Di sana.
Abu : Air, di manakah
ujung dunia ?
Air : Di sana.
(SEMUA MENERTAWAKAN ABU)
Abu : Batu, di manakah
ujung dunia ?
Batu :
Di sana. (SEMUA MENERTAWAKAN ABU)
Abu : Jangkerik, di
manakah ujung dunia ?
Jangkerik : Di sana. (SEMUA MENERTAWAKAN ABU)
Abu : Kambing, di
manakah ujung dunia ?
Kambing : Di sana.
Abu : Kambing, di
manakah di sana ?
Kambing : Di sana.
Abu : Pohon, di
manakah di sana ?
Pohon : Di sana.
Abu : Kakek, di
manakah di sana ?
Kakek : Di sini.
Abu : Di mana ?
Kakek : Di sini.
Abu : Di sini ?
2
Kakek :
Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama.
Tak ada obat yang paling mujarab selain agama.
Abu : Saya tidak
sakit.
Kakek : Tak ada tempat
yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama.
Abu : Saya tidak cape.
Kakek : Segala teka-teki
silang pasti tertebak oleh agama.
Abu : Saya tak butuh
semua itu. Saya butuh Cermin Tipu Daya.
Kakek : Apa itu Cermin
Tipu Daya ?
Abu :
Cermin Tipu Daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala Pangeran dalam dongeng purbakala.
Kakek :
Inilah dia. Cermin sejati. Bukan plastik. Terbuat dari air danau purbani. Lihatlah
semua tampak jelas di sini. Lihatlah.
Abu : Wajah siapa itu
?
Kakek : Wajahmu.
Abu : Wajah saya ?
Kakek : Siapa lagi ?
Abu : begini tua ?
Kakek : Kau begitu jernih
cahayanya.
Abu : Begini tua.
Lebih sengsara dari nyatanya. Begini miskin.
Kakek : Di sini, kau
miskin dan kaya sekaligus.
Abu : Saya tidak
mengerti.
Kakek : Tak lama lagi kau
akan mengerti, kalau mau dengar apa yang saya baca.
Abu : Kalau saya tetap
tidak mengerti ?
Kakek : Kau adalah insan
yang malang.
Abu : Kalau begitu
cobalah bacakan satu baris.
Kakek : Dia Tuhan.
Abu : Tuhan.
Kakek : Tuhan.
Abu : Tuhan.
Kakek : Yang menciptakan
kita.
Abu : Tuhan.
Kakek : Yakinlah.
Abu :
Kalau begitu Dia yang memulai segala ini ?
Kakek : Juga yang akan
mengakhiri segalanya.
Abu : Mulai dan
mengakhiri ?
Kakek : Membangun dan
meruntuhkan sekaligus.
Abu : Saya jadi bodoh.
Kakek :
Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah
satu tulang igamu. Dialah-Tuhan.
Abu : Tuhan.
Kakek :
Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah
kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada
firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala
larangan-laranganNya. Barang siapa melanggra neraka hukumannya.
Barang siapa petuh sorga upahnya.
Abu : Neraka ?
Kakek : Api sengsara yang menjilat-jilat.
Abu : Sorga ?
Kakek : Bahagia di atas
bahagia.
Abu : Barangkali itu
ujung dunia ?
Kakek : Memang salah satu
ujungnya. Di sana Sorga. Di situ Neraka.
Abu :
Di sana juga tinggal Nabi Sulaiman ?
Kakek :
Oya.
Abu :
Kalau begitu ada juga Cermin Tipu Daya ?
Kakek : Barangkali. Saya
tidak begitu pasti.
Abu : Di jual ?
Kakek : Kalau ada dengan
cuma-cuma kua dapat memilikinya.
Abu : Kau pasti ?
Kakek : Kalau ada.
Abu : Kau belum pernah
kesana ?
Kakek : Ke sana ke mana ?
Abu : Ke sorga.
Kakek : Siapa pun belum.
Abu :
Bagaimana kau tahu Nabi Sulaiman ada di sana ?
Kakek : Kau memang buta
huruf. Dalam kitab agama lengkap segala tanda-tanda.
Abu : Kalau begitu
tunjukilah saya cara menuju sorga.
Kakek : Bersembahlah kau
KepadaNya.
Abu :
Baik. Berapa lama saya mesti menyembah ?
Kakek :
Sampai kau mati.
Abu :
Ha ?
Kakek : Sampai kau mati. Atau dengan kalimat yang lebih baik ; sampai saat
kau dilepaskan dari beban jasmani.
Abu : Lalu kapan saya
sempat mengecap sorga ?
Kakek : Ketika kau mati.
Abu : Ha ?
Kakek : Begitulah. Ketika
kau mati kau akan sampai ke sana.
Abu : Harus sampai ke
batas mati untuk sampai ke sana ?
Kakek : Harus sampai ke
batas mati untuk samapai ke sana.
Abu : Harus tidak ada
untuk ada ?
3
LENGKING SULING TAJAM PANJANG.
Iyem :
Abu, di mana kau ? Abu ? Abu ? Abu ?
Kekak :
Sudah waktu sembahyang. Sampai cahaya menimpa dirimu. ( KELOMPOK KAKEK DALAM KOOR)
Koor :
Inggih
Kakek :
Hai manusia.
Koor :
Inggih.
Kakek :
Hai manusia.
Koor :
Inggih
Kakek :
Tuhan Pencipta.
Koor :
Inggih.
Kakek : Tuhan pengasih.
Koor : Inggih.
Kakek : Tuhan Penuntut.
Koor : Inggih.
Kakek : Turut
perintahNya.
Koor : Inggih
Kakek : Ketawalah
Koor : Inggih.
Kakek : Menagislah
Koor : Inggih.
Kakek : Ketawalah dala
menangis.
Koor : Inggih.
Kakek : Menangislah dalam
ketawa
Koor : Inggih.
Kakek : Apa yang kau cari
dalam hidup ini.
Koor : Bahagia.
Kakek : Apa yang kau cari
dalam hidup ini.
Koor : Bahagia.
Kakek : Apa yang kau cari
dalam hidup ini.
Koor : Bahagia.
Kakek : Apa yang kau cari
dalam hatimu sendiri.
Koor : Bahagia.
Kakek : Apa yang di
rindu. Apa yang di mau. Apa yang dituju. Bahagia.
Koor : Laras dan padu.
Laras dan padu. Diri yang alit dan Diri yang maha. Laras
dan padu, pasrah, sembah, pasrah sembah Bergayut diri padaNya.
Kakek :
Mengandung diri dalam keagunganNya. Bahagia kita dalam kebahagianNya. Hai manusia.
Koor : Inggih.
Kakek : Hai manusia.
Koor : Inggih.
Kakek : Menyatulah dalam
diriNya.
Koor : Inggih.
Kakek : Padulah dirimu dalam diriNya.
Koor :
Inggih. (KELOMPOK KAKEK BERLALU DALAM KOOR)
4
ABU TEPEKUR. HUTAN SUNYI DALAM BADAI
Iyem :
Kau jangan diam saja kayak sandal dobol.
Abu :
Ada apa ?
Iyem :
Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut.
Rumah ini seperti tak beratap. Ini
bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam
ini ? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan.
Abu : ...
Iyem :
Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Bajir. Banjir. Banjiiiir (KELUAR)
5
ABU TEPEKUR
Yang Kelam :
Ini adalah tahun 1960. ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980.
Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya.
Abu : Tobat, apa yang
telah kau lakukan ?
Yang Kelam : Menyobek kalender.
Abu : Hilang lagi.
6
ABU TEPEKUR, EMAK MUNCUL
Emak :
Kau tidak boleh duduk tepekur dengan wajah kusut seperti itu. Nanti kau lekas tua. Coba lihat. Apa yang terjadi pada
wajahmu ?
Abu : Tiba-tiba
matahari menyergap tadi dan memberi coreng pada wajah saya.
Emak :
Coba kau tengadah. Nah, ia telah memberikan luka terlalu banyak pada dahimu.
Ia telah melipatkan jumlah yang sebenarnya. Kau menangis. Anakku,
kau tak boleh seperti itu.
Abu : Aku telah
mencarinya tapi aku tak menemukannya.
Emak : Apa yang telah
kau lakukan ?
Abu : Aku telah
berusaha mencari ujung dunia.
Emak : Buat apa ?
Abu : Aku perlu ke
toko Nabi Sulaiman. Aku mau beli Cermin Tipu Daya.
Emak : Kua pasti belum
mendapatkannya.
Abu : Aku tidak
mendapatkannya.
Emak : Belum.
Abu : Aku tidak
mendapatkan apa-apa.
Emak :
Belum. Ah, jangan suka beraduh kesah. Yang sangat kau perlukan sekarang adalah rekreasi banyak-banyak. Emak
bawa oleh-oleh. (TEPUK)
7
ROMBONGAN LENONG
Raja Jin : Hahaha. Akulah
raja jin. Jin Bagdad namaku. Aku telah curi Putri Cina paling ayu. Aku mau persunting dia jadi permaisuriku.
Putri Cina :
Akulah Putri Cina yang malang. Yang baru saja tidur bermimpi di atas ranjang.
Mimpi bercumbu dengan seorang Pangeran dari Jepang. Begitu sedang
meluap nafsuku dadanya yang lapang. Dan tangan Pangeran membelai rambutku yang
panjang. Tiba-tiba si bandot Raja Jin dari Bagdad datang. Tak dinyana ia sekonyong
bertengger di jendela, di atas permadani terbang. Aduh Tuhanku Yang Maha
Kuasa, tolonglah hambamu yang maha malang. Dari cengkeraman
dan ciuman Raja Jin yang berkumis panjang.
Raja Jin : He Putri Cina
Ayu.
Putri Cina : Tolong.
Raja Jin : He Putri Cina
Ayu.
Putri Cina : Tolong.
Raja Jin :
Lihatlah bulan di atas sahara dan bintang bertebar bagai pijar bara. Lihatlah daunan kurma melambai tanpa suara.
Dan wahai jernih airnya tenang tak bertara. Itulah semua lambang aku
punya gairah asmara. Kuadukan kini dendam nafsuku tanpa
pura-pura. Dihadapanmu he Putri Cina bak Si Gahara.
Putri Cina : Tolong. Maling.
Raja Jin :Akulah Gatotokoco
gandrung.
Putri Cina : Maling.
Raja Jin : Akulah Romeo.
Putri Cina : Maling.
Raja Jin : Akulah
Pronocitro.
Putri Cina : Maling.
Raja Jin : Akulah Qais yang
dahaga di atas sahara.
Putri Cina : Tolong.
Pangeran :
Tenang, tuan-tuan. Tenang ! Jangan
tajut. Jangan cemas. Tuan-tuan Pangeran
Rupawan telah berada dihadapan tuan-tuan. Inilah lakon secara bahagia akan
diselesaikan dengan pertarungan seru dan penuh ketegangan. Antara Raja Jin Bagdad dan aku
Sang Pangeran Tampan. Tenang tuan-tuan. Putri Cina Ayu akan
kuselamatkan. He hidung belang. Jangan ganggu wanita itu.
Raja Jin : Ha, ini pula ikut
campur nafsu orang. Minggir.
Pangeran : Minggir.
Raja Jin :
Minggir atau kulempar ke laut Hindia. Atau kau ingin lumat karena kuludahi ? Haha.
Pangeran : Ha ha ha.
Raja Jin : Apa ketawa ?
Moncong sekecil itu. Minggir.
Pangeran :
Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?
Raja Jin : Bah ! Kupanggang
kau ! Kusate kau ! Kurebus kau ! Kutumbuk kau !
Pangeran :
Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?
Raja Jin : Bah ! Gua gampar
lu ! Gua palu lu !
Pangeran :
Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?
Raja Jin :
Oh, oh, oh Cermin Tipu Daya. Cair aku. Cair aku oleh sinarnya. Tolong. Tolooong.
Putri Cina :
Terima kasih, Tuan, terima kasih. Pertolongan tuan menyelamatkan diriku sebagai perawan. Terima kasih tua, oh
saya masih tetap bersih. Tuan, maukah tuan, e e, saya ingin jadi
istri tuan.
Pangeran : Tentu. Tentu.
Memang begitulah akhir lakon harus berlaku.
Duet :
Senantiasa bahagia berkat Cermin Tipu Daya. Sekali lagi jangan lupa berkat Cermin Tipu daya.
ABU BERSUIT KEMUDIAN BERTEPUK TANGAN DENGAN GEMBIRA
8
Emak : Semangatmu
kembali pulih.
Abu :
Aku telah lahir kembali.
Emak :
Kau bahkan montok.
Abu :
Aku kembali jadi bayi.
Emak :
Segar.
Abu : serasa pagi
hari. Matahari. Angin pagi. Sisa embun. Udara yang bersih.
Emak : Wajahmu merah
karena darah yang padat gairah.
Abu : Aku sedikit pun
tak goyah oleh pukulan-pukulan waktu.
Emak : Kau tahu berkat
apa ?
Abu : Berkat Emak.
Emak : Tidak begitu. Kau
harus menyebutnya berkat harapan.
Duet :
Ya berkat harapan. Sekali lagi berkat harapan. Hanya harapan. Peganglah selalu harapan. Obat mujarab bagi
seluruh anggota keluarga. Sekali lagi jangan lupa : Harapan.
9
Majikan : Abu ! Abu !
Abu : (DIAM)
Majikan : Anjing !
Abu : (MERANGKAK) Ya,
Tuan.
Majikan : Anjing !
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing !
Abu : Ya, Tuan.
Majikan : Anjing !
Abu : Ya, Tuan.
(MERANGKAK)
Majikan : Ini pesangonmu
! Keluar ! Hancur perusahaan !
10
IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU
Iyem :
Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita
tidak kena lagi.
11
Yang Kelam :
Satu-satunya kesalahannya adalah kelahirannya dan ia bernama manusia. Sekiranya
Adam yang satu ini tidak memiliki apa yang di sebut impian, niscaya
ia dapat merasa aman. Ia tak akan tahu apa-apa, tak akan pernah mengalami apa-apa, bahkan apa yang disebut
mati. Tetapi semuanya seperti tinta yang terlanjur tumpah, dan lagi
buah Kuldi itu pun Ia sajikan di hadapannya.
Layar
BAGIAN KETIGA
Matahari melesat, Bulan
berpusing-pusing
1
GEMURUH MESIN. SEBUAH KANTOR. PEKERJA-PEKERJA
Majikan II : Jadi kau adalah ..-
Abu : Ya, Tuan.
Majikan II : Kau jangan lupa.
Kau adalah ..-
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Apa pun yang
terjadi kau adalah ..-
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Siapa namamu ?
Abu : Abu, Tuan.
Majikan II : Bukan. Kau adalah
..-
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Hafalkan itu.
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Bagaimana ?
Abu : ..-
Majikan : Bagus. Berapa
jumlahnya ?
Abu : Dua pendek satu
panjang.
Majikan II : Bagus. Berapa ?
Abu : Dua pendek satu
panjang.
Majikan II : Bagus. Siapa namamu
sebenarnya ?
Abu : ..-
Majikan II : Siapa ?
Abu : Dua pendek satu
panjang.
Majikan : Bagus (MENEKAN BEL
) Nama siapa ini ?
Abu : Bukan nama saya.
Majikan II : (MENEKAN BEL) Ini
siapa ?
Abu : Orang lain.
Majikan II : (MENEKAN BEL) Ini ?
Abu : (KETAWA)
Majikan II : Siapa ?
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Kenapa ketawa ?
Abu : Gampang.
Majikan II : (MENEKAN BEL)
Abu : Saya, Tuan
Majikan II : (MENEKAN BEL)
Abu : Bukan saya, Tuan.
Majikan II : Siapa ?
Abu : Tak peduli saya.
Majikan II : Kau memang sekrup yang baik. (NGEBEL)
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : (MENEKAN BEL)
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : (MENEKAN BEL)
Abu : Saya, Tuan.
Majikan II : Cukup. Besok kau mulai bekerja.
Abu : Saya, Tuan.
2
ABU KETAWA. KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. ABU MEMANGGIL BEL.
Bel : Bagaimana ?
Senang ?
Abu :
Luar biasa. Banyak kau bantu saya.
Bel :
Titik titik setrip
Abu :
Ada apa ?
Bel : Tidak apa-apa.
Saya hanya ingin memanggil namamu.
Abu : Senang saya.
Bel : Tet tet
teeeeet.
Abu :Sangat merdu
suaramu.
Bel : Tet tet
teeeeet.
Abu :
Saya yakin saya akan tetap gesit bekerja sampai umur saya 60 tahun. Selama kau tetap ada maksud saya.
Bel : Tentu. Saya
akan tetap setia membantumu.
Abu : Sejak sekarang
saya akan bergantung kepadamu.
Bel : Tentu.
Abu : Suaramu jelas
lebih lantang daripada jerit Pak Direktur.
Bel : O ya.
Abu :
Dulu waktu saya masih bekerja di percetakan betul-betul sial saya. Hampir setiap jam saya kena marah.
Bel : Kenapa begitu
?
Abu :
Tuan saya dulu mempunyai mulut yang lebar tapi suaranya seperti cicit tikus.
Setiap dia memanggil saya selalu seperti tersumbat lehernya. Tentunya
saja saya sangat kerap tidak mendengar panggilannya dan akibatnya dia
marah-marah. Padahal kalau dia tahu diri, satu-satunya yang patut dimarahi
adalah lehernya.
Bel : Lucu juga.
Abu : Tapi
menyakitkan. Bel.
Bel : Hm ?
Abu : Saya senang sama
kamu.
Bel : Saya harap begitu.
Abu :
Kehadiranmu sungguh-sungguh membantu pekerjaan saya. Kau telah membuat
saya menjadi seorang yang gesit. Bel.
Bel : Hm ?
Abu : Saya senang sama
kamu.
Bel : Tet tet
teeeeet.
Abu : Ada apa ?
Bel : Saya senang
sama kamu.
3
KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. GEMURUH MESIN ROBOT ABU. BUNYI BEL.
Abu : Saya, Tuan.
BUNYI BEL
Abu : Saya, Tuan.
BUNYI BEL
Abu : Saya, Tuan.
BUNYI BEL DAN ABU MENARI
4
Iyem : Kita bunuh saja
(ABU MELUDAH) Kita bunuh saja (ABU MELUDAH) Kita bunuh saja.
Abu : Siapa ?
Iyem : Entah (IYEM
MELUDAH)
Abu : Saya ? (IYEM
MELUDAH) Kau. Kita bunuh saja.
Iyem : Orok kita saja.
Abu : Kita harus
tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa.
Iyem : Ini hari kelima.
Lapar. Lapar. Lapar. Lapar.
Abu : Jangan hitung.
Iyem : Kita bunuh saja.
Abu : Kelinci yang
malang.
Iyem : Kita bunuh saja.
Abu : Matanya.
Iyem : Jangan tatap.
Kita bunuh saja. Kita bunuh saja.
Abu : Orok itu akan
mati juga.
Iyem : Tapi secara
perlahan.
Abu : Anakku yang
malang, semoga kau yang terakhir.
Iyem :
Tapi dia lahir juga.
Abu :
Benih kita menetas.
Iyem :
Tapi susuku kering.
Abu :
Sekarang perlahan.
Iyem :
Jangan bantal itu.
Abu :
Kapuknya berceceran.
Iyem : Dengan telapak
tangan kita.
Abu : Jangan tekan.
Iyem : Aku usap.
Abu : Aku saja.
Iyem : Aku akan mencium
mulutnya.
Abu : Kita hisap
nafasnya.
Iyem : Hangatnya.
Abu : Tutup matanya.
Iyem : Perlahan.
Abu : Capung itu
menggelepar.
Iyem : Patah
sayap-sayapnya.
Abu : Perlahan.
Iyem : Tak henti-henti.
Abu : Kita hisap
nafasnya.
Iyem : Hangatnya.
Duet :
Kita rampok nafasnya. Kira rampok udaranya. Kita rampok waktunya. Kita
rampok hari-harinya. Kita rampok harapannya.
Abu : Kau jangan
menangis.
Iyem : Hangatnya.
Abu : Orok itu pun
tidak menangis.
Iyem : Kita harus
berterimakasih kepadanya.
Abu : Maka anak itu
tidak akan pernah kecapean.
Iyem : Kau jangan
menangis. (MENANGIS SANGAT)
Abu : Kau jangan
menangis. (MENANGIS SANGAT)
Duet :
Beratus-ratus orok kita rampok nafasnya. Yang tinggal sesal dan kesunyian.
5
GEMURUH MESIN. ROBOT-ROBOT (ABU-ABU), BEL-BEL
BUNYI BEL
Koor :
( ROBOT-ROBOT ). Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan.
(BUNYI BEL) . Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan.
BUNYI KENTUT
Koor : Saya, Tuan.
BUNYI BEL
Koor :
Inggih . (BUNYI BEL) Inggih. (BUNYI BEL) Inggih. (BUNYI KENTUT) Inggih.
(KENTUT) Inggih. (BEL)
Koor : (CAPEK) Inggih. (BEL) (Sangat CAPEK) Inggih. (BUNYI BEL) (SAKIT) Inggih (BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih
(BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih ( BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih
(BEL) (TAK BERTENAGA) Inggih.
TEROR BERJUTA BEL. ROBOT-ROBOT DITEROR. BEL. RPBPT. REBAH. BEL. ROBOT
DUDUK. BEL. ROBOT BERDIRI DST..
6
Bulan : Ya Abu, hanya
sahwatlah hiburan sejati.
KEDUANYA BERPANDANGAN. KEDUANYA NAIK SAHWAT.
Abu : Iyem.
Iyem : Abu.
Abu : Iyem.
Iyem : Abu.
SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. SERIBU MENGELILINGI MEREKA.
Seribu Bulan : Menyatu dalam nafas rembulan. Mengisap nafas harum rembulan. Goyang-goyangkan buah rembulan. (KEDUANYA
MERANGKAK MUNDUR) Goyang-goyangkan buah rembulan.
Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan.
Bulan :
Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh Adam dan Hawa. Tandas-tandaskan
sampai pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu.
Seribu Bulan : Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan
peluh rembulan.
SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING.
7
YANG KELAM DENGAN PASUKANNYA DATANG. KAMAR BEDAH.
Yang Kelam : Salibkan ! (ABU
DISALIB) Salibkan (IYEM PUN )
Abu : Akan di apakan
saya ?
Iyem : Akan di apakan
saya ?
Yang Kelam :
Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974 dan bukan tahun
1919. Ini adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia. Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman
besar (PADA PASUKANNYA) Yang perempuan dulu. Kurangi
rambutnya. (IYEM DICABUTI RAMBUTNYA. IYEM BERONTAK)
Abu : Kau apakan istri
saya ? Kau gila !
Iyem : Luar biasa
sakitnya. Kau jangan diam saja. Sakitnya.
Yang Kelam : Berhenti dulu. ( PADA
IYEM) Apa yang kau rasakan ?
Iyem :
Saya merasa sedang dijerumuskan ke dalam sebuah jurang. Sangat gelap. Sangat
dalam. Sedemikian mengawang tubuh saya meluncur. Serasa tubuh saya terbuat
dari bulu jambu
Yang Kelam : Apalagi ?
Iyem : Matahari
melesat. Bulan berpusing-pusing.
Yang Kelam :
Kerjakan keduanya. Mulai mulai dari tulang-tulang sendinya (ABU DAN IYEM DIPUKULI. MEREKA BERONTAK) Garap
rambutnya. Kurang. Sekarang dahinya. Lengkap wajahnya.
Gorok sedikit lehernya. Jangan lupa giginya ! Sekarang matanya
8
Iyem : Kita terlalu
amat lelah.
Abu : Bukan main.
Langit seolah menekan pundak.
Iyem : Tiga orang mayat
anak kita.
Abu : Seorang lagi
mayat cucu kita.
Iyem : Kita terlalu
amat lelah.
Abu :
Bukan main, siapa pula menusuk-nusuk ini lutut, pinggang seperti digerogoti semut. Jam berapa sekarang ?
(SERENTAK LONCENG, BEL BERBUNYI. MEREKA BERPACU DENGAN SANG
WAKTU). Kalau begitu kita harus bergegas. Segera.
Iyem : Ke mana ?
Abu : Ikut saja. Pasti
gembira.
Iyem : Jauhnya. Kemana
?
Abu : Ikut saja.
Iyem : Saya ingin tahu
kemana ?
Abu : Ke ujung dunia.
Iyem : Buat apa ?
Abu : Menjumpai Nabi
Sulaiman.
Iyem : Apa perlunya ?
Abu : Membeli sesuatu.
Iyem : Apa ?
Abu : Cermin Tipu
Daya.
Iyem : Apa itu ?
Abu :
Penangkis segala bala. Pembalas dendam.
Iyem :
Kepada siapa ?
Abu :
Entah. Setidak-tidaknya pada Sang Waktu.
9
Yang Kelam : Tangkap. Bawa ke
kantor.
Majikan : ..-
Abu : Saya, Tuan.
Majikan :
Bersama ini kami semua menyatakan penghargaan atas jasa anda yang telah
dengan setia bekerja disisni. Bersama ini kami menyatakan rasa terima
kasih kami atas bantuan anda selama bekerja disini. Bersama ini kami
menyatakan bahwa anda telah mendapat hak pensiun.
10
Emak : Bulan.
Bulan : Iya Mak.
Emak : Yang Kelam.
Yang Kelam : Saya, Mak.
Emak : Pekerjaan kita
hampir selesai.
Yang Kelam : Sepuluh putaran lagi,
Mak.
BAGIAN KEEMPAT
Abu dan Iyem kehujanan
1
Abu : Derasnya air
hujan.
Iyem : Anginnya,
anginnya.
Abu : Derasnya hujan.
Iyem : Anginnya,
anginnya.
Abu : Sebagian bernama
rahmat.
Iyem : Sebagian lagi
sudah laknat.
Abu : Semua pintu
tertutup.
Iyem : Mata itu melotot
memenuhi jendela.
Abu : Tapi kita harus
terus melangkah.
Iyem : Kemana ?
Abu : Ke ujung dunia.
Iyem : Masih jauh ?
Abu : Masih ada waktu.
Iyem : Sampai dimana
kita ?
Abu : Sampai di sini.
Iyem : Letihnya.
Letihnya.
Abu : Tapi kita tak
bisa pulang.
Iyem : Kamu yang salah
Abu : Yang punya rumah
yang salah.
Iyem : Tidak. Surat
perjanjian sewa rumah yang salah.
Abu : Kita tak akan
pernah pulang.
Iyem : Anak-anak pun
sudah lenyap entah kemana.
Abu : Sebagian di
kubur, sebagian kabur.
Iyem : Kita berteduh.
Abu : Di mana ?
Iyem : Tak penting di
mana.
Abu :
Seluruh teras toko sudah penuh dengan gelandangan, bekas tetangga kita juga.
Iyem :
Itu ada teras restoran cina.
Abu :
Lumayan.
Iyem :
Babi haram.
Abu :
Dulu.
Iyem :
Sekarang ?
Abu : Halal. Pohon
kita makan.
Iyem : Tanah kita
makan.
Abu : Besi kita makan.
Iyem : Kehormatan kita
makan.
Abu : Kata kita makan.
Iyem : Kalau babi pun
musnah kita makan lengan sendiri, ya ?
Abu : Setuju.
Iyem :
Jari-jari sendiri kita sate.
Abu : Kuping sendiri kita goreng.
Iyem : Jempol kita rebus.
Abu : Setuju.
Iyem : Setuju.
Abu : Kenapa senyum ?
Iyem : Nggak. Kenapa ketawa ?
Abu : Lucu.
Iyem : Kenapa ?
Abu : Dulu kamu tidak
percaya Cermin Tipu Daya.
Iyem :
Dulu tidak ada waktu. Anak-anak selalu bengal. Sekarang aku sudah tua. Sudah waktunya mencoba percaya.
Abu : Tu dia.
Iyem : Apa ?
Abu :
Pelabuhan. Aku tidak mau ke sana. Aku tidak mau ke sana. Aku cape, aku
cape. Lalu bagaimana.
Iyem : Mari kita bunuh
diri saja.
Abu : Aku tidak
berani.
Iyem :
Kalau begitu kita disini saja menadahkan tangan, mengemis meminta- minta.
Abu :
Tidak. Kita harus melangkah terus. Harus semakin yakin kita. Kita akan mendapatkannya,
tak peduli apa. Kita lebih dulu harus sampai di ujung dunia.
Iyem : Aku cape, aku
cape.
Abu : Surya di atas
kepala.
Iyem : Sengatnya,
sengatnya.
Abu : Pelu langit
betapa asemnya.
Iyem :
Ke mana kita ?
Abu :
Tanya lagi. Ke toko Nabi Sulaiman.
Iyem :
Lebih baik kita hentikan saja permainan ini. Ini permainan anak-anak muda.
Tubuh kita terlalu lembek dan tak akan bisa tahan terhadap sengatan
sang surya. Kita berhenti di sini saja. Kita mengemis saja. Kita akan
dapat makan juga.
YANG KELAM MUNCUL LALU MENEMPELENG IYEM. BEBERAPA GELANDANGAN MENGELILINGI
MEREKA. ABU DAN IYEM DIGARI MEREKA DISERET. SUNYI. YANG KELAM MEMBACA PIAGAM
TANPA SUARA. ORKES TANPA SUARA. TEPUK TANGAN TANPA SUARA.
BAGIAN KELIMA
Pintu
1
GELANDANGAN UMUMNYA CACAT BADAN. SEMUA MENYUARAKAN NAFAS MEREKA. MEREKA
LAPAR. SANGAT LAPAR. MEREKA HAUS. SANGAT HAUS. SANGAT CAPE.
A :
Mari kita mengheningkan cipta bagi arwah-arwah pahlawan kita yang telah
gugur di medan juang. Mengheningkan
cipta mulai. (MUSIK) Mengheningkan cipta selesai. Terima kasih.
MEREKA MENYUARAKAN NAFAS. LAPAR. HAUS. CAPE SEKALI.
B : Mari kita
bertempur.
Semua : Mari.
B : Kita bertempur
mati-matian.
Semua : Setuju.
B : Kita musnahkan
musush kita.
Semua : Setuju.
B : Kita gigit
tengkuknya.
Semua : Setuju.
B : Majuuuuu !
Semua : Majuuuuu !
B : Gempuuuuur !
Semua : Gempuuuuur !
B : Serbuuuuu !
Semua : Sipa musuh kita ?
B : Siapa, ya ?
(SEMUA KETAWA) Mana kambingnya ?
Semua : Yang hitam
warnanya ?
B : Siapa ?
Semua : Malam turun.
B : Kita pun
berlindung.
Semua : Siang tiba.
B : Terserak kita.
2
YANG KELAM KONTROL. GELANDANGAN MENJERIT. YANG KELAM HILANG. SEMUA MENYANYI
BERULANG-ULANG
Semua : Tawur ji tawur.
Selamat dawa umur.
3
G : Horee ! Horee
! (NYANYI HENTI) Saya puara-pura nemu dompet.
Semua :
Pura-pura nemu dompet.
G :
Tebal sekali.
Semua :
Apa isinya ?
.. :
Kartu penduduk.
Semua :
Siapa punya ?
.. : Tidak
bernama. E, ada
tulisannya. Alias Subroto.
Semua : Apa lagi isinya ?
.. : Banyak. Surat-surat.
Surat-surat.
Semua : ( MARAH) Apa lagi
isinya ?
.. : O iya. Uang.
Semua : Begitu dong.
Berapa ?
.. : Seperak.
Semua : (MARAH) Berapa ?
.. : O iya,
sejuta.
Semua : Begitu, dong.
.. : Tapi saya
punya.
Semua : (MARAH) Apa ?
.. : Saya punya.
Semua : (MARAH) Bilang
lagi !
.. : Bukan kalian
punya.
Semua : Apa ? Perampok !
4
Abu :
Iyem. Iyem (KELOMPOK KAKEK LEWAT DENGAN KOOR. IYEM IKUT
DIBELAKANGNYA) Sendiri. Persetan ! Itu pasti pintu gua itu.
5
GELANDANGAN MUNCUL. MEREKA BARU SAJA MAKAN DAGING MENTAH. MEREKA MEROKOK
PENUH ASAP.
.. : Serang !
Semua : Maju !
.. : Gempur !
.. : Jangan beri
ampun !
.. : Siapa musush
kita ?
Semua : Brengsek ! (TERTAWA)
6
Abu :
Siapa kamu ? (H MENGGELENGKAN KEPALA) Bisu ? (H
MENGGELENGKAN KEPALA) Lalu siapa kamu ? (H MENGGELENGKAN KEPALA) Siapa kamu ?
Semua : Abu.
Abu : Sedang apa
kalian ?
Semua : Mencari kambing
hitam.
Abu :
Persetan buat apa ? Setelah kalian temukan pangkal kemelaratan kalian, lalu
kalian cincang-cincang, setelah puas kalian muntahkan, dendam purba
itu, apa yang kalian dapatkan ? Bahkan kalian habiskan tenaga sia-sia. Persoalannya sangat menyakitkan
sekali ; kenapa kalian terlempar kesini ? Barangkali sunyi yang
mendorong Ia menciptakan kita.
Semua : Kenapa ?
Abu : Kita dikutuk !
Semua : Kenapa ?
Abu : Sunyi biang
keladinya.
Semua : Kenapa ?
Abu :
Tak ada waktu untuk Kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi menuju kaki langit.
Semua : Kemana ?
Abu : Ke ujung dunia.
Semua : Ke mana ?
Abu : Ke toko Nabi
Sulaiman.
Semua : Buat apa ?
Abu : Untuk
membebaskan kita dari kutuk ini.
Semua : Bahagia.
Abu : Ya itu nama
khasiatnya.
Semua : Setuju.
Abu :
Kita berangkat sekarang. Kita seberangi samudera itu. Sudah kulihat pintu gua itu.
Semua : Kami setuju.
Abu :
Kita masuki gua itu. Kita pungut pusaka itu.
Semua :
Ya.
Abu :
Kita berangkat.
Semua :
Kita berangkat.
Abu :
Pintu gua.
Semua :
Ya.
Abu :
Ada pintu yang lain.
Semua :
Ya.
Abu :
Kita masuki.
Semua :
Ya.
Abu :
Ada pintu yang lain.
Semua :
Ya.
Abu :
Kita masuki.
Semua :
Ya.
Abu :
Ada pintu yang lain.
Semua :
Ya.
Abu :
Kita masuki.
Semua :
Ya.
Abu :
Ada pintu yang lain.
Semua :
Ya.
Abu :
Kita masuki.
Semua :
Ya. (SUNYI)
Abu :
Itu dia.
Semua :
Pintu.
Abu :
Itu dia.
Semua :
Pintu.
Abu :
Itu dia.
Semua :
Pintu.
Abu :
Itu dia.
Semua :
Pintu.
Abu :
Itu dia.
Semua : Pintu.
Abu :
Itu dia.
Semua : Semuanya pintu.
Abu : Semuanya cahaya.
Semua : Semuanya pintu.
Abu : Cermin Tipu Daya.
Semua : Pintu. Pintu. Pintu.
Abu : Cahaya.
Semua : Pintu.
Abu : Mak !
Semua : Mak !
Abu : Mak !
Semua : Mak !
Abu : Emak datang ! Emak datang !
Semua : Emak datang ! Emak datang !
7
BERSAMA ABU MEREKA GEMBIRA.SEMUANYA BERPESTA. EMAK, YANG KELAM, DAN BULAN
MUNCUL. ABU MENGUCAPKAN PIDATO. SEBELUMNYA IA MENDAPATKAN MAHKOTA DARI EMAK.
Yang Kelam :
(SETELAH MENYERAHKAN CERMIN TIPU DAYA) ini adalah tahun 1980, dan bukan
tahun 1919 sudah waktunya kau mati.
SEMUA BERTEPUK TANGAN. MUNCUL BEL DENGAN GOLOKNYA. EMAK MENMBAKKAN
PISTOLNYA KE ARAH ABU DAN MENYERETNYA. HIRUK RIUH SEMUANYA BERTEPUK TANGAN
MENGIKUTI ABU YANG DISERET.
8
HAMPIR BERSAMAAN KELOMPOK KAKEK DAN JENAZAH ABU LEWAT. IYEM DI BELAKANG.
SEMUANYA LARUT DALAM KOOR. CAHAYA MENYUSUT. SANDIWARA BERAKHIR DENGAN AWAL
ADEGAN PERTAMA.
TAMAT
Posting Komentar