LAKON
BILA MALAM BERTAMBAH MALAM
KARYA PUTU WIJAYA
BABAK I
MALAM DI TEMPAT KEDIAMAN GUSTI BIANG.
SEBUAH BALE YANG DISEMPURNAKAN UNTUK TEMPAT TINGGAL.
GUSTI
BIANG MEMANGGIL-MANGGIL WAYAN.
Adegan I
KELIHATAN NYOMAN
SEDANG MENYIAPKAN MAKAN
MALAM UNTUK GUSTI
BIANG. SEMENTARA WAYAN MENGAMPELAS PATUNG. ORIGINAL SOUNTRACK: WAYAN .. Wayaaaaaan ....
NYOMAN
MEMBERI ISYARAT KEPADA WAYAN.
NYOMAN
Benar
Ida akan pulang hari ini?
WAYAN
Ya
....
Adegan II
DI
RUANG DEPAN ADA KURSI GOYANG DAN KURSI TAMU. GUSTI BIANG NGOMEL TERUS.
GUSTI BIANG
Si
tua itu tak pernah kelihatan kalau sedang dibutuhkan. Pasti ia
sudah berbaring di
kandangnya menembang seperti orang
kasmaran pura-pura tidak
mendengar, padahal aku sudah
berteriak, sampai leherku
patah. Wayaaaaan ..... Wayaaaaan tuaaaa.....
WAYAN
Nuna
sugere GUSTI BIANG, kedengarannya
seperti ada yang berteriak ................
GUSTI BIANG
Leherku
sampai putus memanggilmu, telingamu
masih kamu pakai tidak?
WAYAN
Tentu saja
Gusti Biang, itu
sebabnya tiyang datang .........
GUSTI BIANG
Jangan
berbantah denganku. Kau sudah tua dan
rabun, lubang telingamu sudah
ditempati kutu busuk.
Kau sudah tuli, malas dan suka
berbantah, cuma bisa bergaul dengan si belang. Kau dengar itu kuping tuli?
WAYAN
Betul
Gusti Biang.
WAYAN
MENINGGALKAN RUANGAN
DAN GUSTI BIANG
TETAP DUDUK DAN
MENGAMBIL JARUM. BERULANG-ULANG MENGGOSOK MATA SAMBIL MENGGERUTU.
Adegan III
GUSTI BIANG
Lubangnya terlalu
kecil. Benangnya terlalu
besar, sekarang ini serba
terlampau. Terlampau tua, terlampau gila,
terlampau kasar, terlampau
begini, terlampau begitu. Sejak
kemarin aku tidak
berhasil memasukkan benang ini.
Sekarang mataku
berkunang-kunang. Oh, barangkali
toko itu sudah menipu lagi. Atau aku terbalik memegang
ujungnya? Wayaaaaan ...
NYOMAN (Muncul Dengan Baki Di Tangannya Dan Lampu
Teplok)
Bagaimana
Gusti Biang? Sudah sehat rasanya.
GUSTI BIANG TIDAK
MENGHIRAUKAN DAN TETAP MEMASUKKAN BENANG KE JARUMNYA
NYOMAN
Gusti Biang,
ini air daun
belimbing, bubur ayam yang
sengaja tiyang buatkan
untuk Gusti.
(Melihat
Kesulitan Gusti Biang)
Mari
tiyang tolong.
GUSTI BIANG
Waaayaaaaan
...
(Kaget Karena Sentuhan)
Ulaaaaar......
NYOMAN
Ya
ya kenapa Gusti terkejut ini kan Nyoman ....
GUSTI BIANG
Kau?
Kau
TERBATUK
NYOMAN
Nah, itu
sebabnya kalau belum
santap malam. Apalagi sejak
beberapa hari ini
Gusti sudah tidak mau minum jamu lagi, minum sekarang ya?
GUSTI BIANG
Kau
.. kau setan, kukira ular belang jatuh dari pohon, bikin sakit jantungku kumat
lagi.
NYOMAN
GUSTI BIANG takut sekali
dengan ular, kenapa?
GUSTI BIANG
Binatang
itu menggigit dan menjijikkan.
NYOMAN
Tapi tidak
semua ular berbahaya.
(Tersenyum)
Tiyang
juga takut pada ular.
GUSTI BIANG
Aku
tak perduli. Apa tugasmu di sini?
NYOMAN
Sekarang
sudah saatnya Gusti Biang minum obat.
GUSTI BIANG
Hari
ini aku tak mau minum obat.
NYOMAN
Oh ya,
baik tiyang tolong
dulu Gusti memasukkan benang ke jarumnya.
GUSTI BIANG
Juga
tidak. Kau tidak diperlukan di sini
NYOMAN
(Memungut
jarum di lantai)
Coba dari
tadi memanggil tiyang, tidak
jadi kusut begini.
Gusti Biang terlalu sayang
pada Bape Wayan.
Lihat gampang bukan?
GUSTI BIANG
Kau jangan menyindir aku, tentu saja semuanya bisa begitu. Aku
juga bisa mengerjakannya, tapi lobangnya yang terlampau sempit.
NYOMAN
Terlampau sempit?
Piih, semua jarum
dibuat kecil Gusti, makin
halus makin mahal
harganya
TERSENYUM
GUSTI
BIANG
Siapa
bilang? Itu tak ada lobangnya sama sekali, toko itu menjual kawat utuh
kepadaku. Setan alas.
NYOMAN
Tak
percaya? Coba sekali lagi.
GUSTI BIANG
Jangan
berlagak di sini
(Mengacungkan
tongkat).
Ini
bukan arje roras! Aku sudah bosan dibohongi dengan sulapan palsumu. Kau
pikir aku tak
bisa menguasai jarum kecil itu,
piih, lakiku sendiri
tak pernah menghina aku demikian
...
NYOMAN
Ambilah Gusti
Biang. Gusti boleh
menyulam sekarang
(Melihat lampu).
Tapi di
sini terlalu gelap
(Membesarkan).
Nah, sekarang
sudah cukup terang. Ambil Gusti.
GUSTI BIANG
Tidak! Kau mulai menyulap aku
lagi, aku tak
sudi menyentuh barang sihirmu. Suasana kotor sekarang.
NYOMAN
Kalau
begitu, tiyang ikatkan saja ujung benang ini ke kainnya, nanti Gusti Biang meneruskannya
saja.
GUSTI BIANG
Pergi!
Pergi! Nanti kupanggilkan Wayan supaya kau diusir ....
(NYOMAN TIDAK PERDULI, MENERUSKAN
SULAMAN SAMBIL BERNYANYI KECIL)
GUSTI BIANG
Dewa Ratu
.. Kau telah
merusak sarung bantal anakku
.... Waayaaannn.. Waayaaaaaan
....Dimana pula setan itu, Wayaaaan ....
NYOMAN
Sayang
sekali Gusti Biang tidak menyuruh Tiyang yang mengerjakannya. Mestinya,
ditengahnya bisa disulam dengan warna biru muda. Lalu dengan menulis rapih
“Selamat malam kasih, selamat malam pujaan, selamat malam manis, good night my
darling”.
GUSTI BIANG
Setan! Setan!
Kau tak boleh
berbuat sewenang-wenang di rumah
ini. Berlagak mengatur
orang lain
yang masih waras. Apa good, good
apa? Good bye! Menyebut kekasih, manis, kau
pikir apa anakku. Wayan akan menguncimu di
dalam gudang tiga hari tiga
malam, dan kau akan meraung seperti si belang.
NYOMAN
Aduh cantiknya Gusti Biang. Seperti
seekor burung merak. Seperti
lima belas tahun
yang lalu ketika tiyang
masih kecil dan
sering duduk di
pangkuan Gusti. Masih ingatkah Gusti?
GUSTI BIANG
Tak kubiarkan
lagi kau bermain
di pangkuanku, berak, ngompol.
Memang aku ini pelayanmu?
NYOMAN
Gusti Biang
memang orang yang
paling baik dan berbudi
tinggi. Tidak seperti orang-orang
lain, Gusti. Gusti telah
menyekolahkan tiyang sampai
kelas dua SMP, dan Gusti
sudah banyak mengeluarkan biaya. Coba tengok bayangan Gusti di muka
cermin, seperti
tiga
puluh tahun saja .. Mau minum obatnya sekarang Gusti?
GUSTI BIANG
Tidak!
NYOMAN
Tiyang cicipi
ya? Cobalah Gusti
Biang ... mmm segar.
GUSTI BIANG
Sepatahpun
aku tak ingin bicara lagi denganmu.
NYOMAN
GUSTI BIANG, pil ini musti ditelan satu persatu. Pakai pisang ambon
atau pisang susu, atau
air. Pilih mana yang Gusti suka.
Tidak pahit rasanya
Gusti. Dan dalam
tempo seperempat jam,
Gusti akan merasa segar.
Sesudah itu minum
puyer ini, untuk menghilangkan pusing-pusing Gusti.
GUSTI BIANG
Tidak!
NYOMAN
Obat-obat ini
dikirimkan dokter Gusti.
Harus dihabiskan.
GUSTI BIANG
Tidak, tidak.
Aku tahu semuanya
itu. Kalau aku menelan
semua obat-obatmu itu,
aku akan tertidur seumur hidupku, dan tidak akan
bangun-bangun lagi, lalu good bye. Lalu
kau akan menggelapkan beras ke warung
cina. Kau selamanya
iri hati dan
ingin membencanaiku ... Kalau
sampai aku mati
karena racunmu, Wayan akan menyeretmu ke pengadilan.
NYOMAN
Dan yang
terakhir baru menggosok
punggung dan seluruh anggota
badan Gusti yang
terbuka dengan minyak kayu putih.
GUSTI BIANG
Tidak, tidak.
Tidak akan kubiarkan
tubuhku ditelanjangi dan disentuh
orang-orang yang kurang ajar. Aku bukan ibumu, aku bukan
nenekmu.
NYOMAN
Nah sekarang
kita mulai dengan
tablet-tablet ini Gusti. Menurut
resep boleh ditelan atau dihancurkan, mana yang Gusti pilih. Kita mulai dengan
pil merah ini Gusti.
GUSTI BIANG
Dewa
Ratu ....
NYOMAN
Sebaiknya
ditelan saja Gusti, itu yang paling aman ....
GUSTI BIANG
Aku tak mau
dibujuk, mana si Wayan kambing
tua itu. Setan ini
benar-benar mau meracuniku, Waaayaaaan ..
NYOMAN
Ayo
cepat Gusti. Tidak akan merasa pahit dan sakit.
GUSTI BIANG
Wayan tolong Wayan.
NYOMAN
Letakkan saja
di atas pisang
di ujung lidah.
Lantas pejamkan mata. Lihat,
dan secepat kilat
akan meluncur Gusti.
GUSTI BIANG
Ah ...
racunlah dirimu sendiri,
gosok punggungmu sendiri. Buat
apa kau meributkan
benar penyakit orang lain. Itu
tugas dokter di rumah sakit, dan bukan tugas penyeorangan seperti engkau ....
Kalau memang aku sakit, aku
akan berbaring di
kamarku, dan memanggil Wayan supaya memijat keningku.
Tidak ada yang salah
kalau lelaki itu
di sini. Wayaaaan
..Wayaaaan,
lehermu akan diputar nanti.
NYOMAN
Kenapa Gusti
Biang jadi seperti
ini, Gusti mengecewakan tiyang.
GUSTI BIANG
Sakit gede,
seumur hidupmu. Kalau
akhirnya aku mati karena
racunmu, awas-awaslah, rohku
akan membalas dendam. Aku akan diam di batang-batang pisang dan
di batu-batu besar,
dan akan mengganggumu
sampai mati. Tiap
malam, bila malam bertambah
malam. Setan, pergi
kau, pergi. Sebelum kulempar
dengan tongkat ini, pergi!
NYOMAN
Baiklah Gusti.
Baiklah Gusti, tak
apalah. Tapi tentunya Gusti
lebih senang kalau
puyer ini yang diminum
lebih dahulu, baru
kemudian menyusul pil-pil yang
lain, atau Gusti
ingin bersantap malam dulu.
Percayalah Gusti, tidak akan terjadi apa-apa.
GUSTI BIANG
Wayaaaaaan
... Wayaaaaa. Tolong Wayaaaaaan ...
NYOMAN
Lihat
Gusti. Gusti sudah merusak badan Gusti sendiri dengan berteriak-teriak.
GUSTI BIANG
Pergi
kau leak. Pergi pergi ...pergi ...
NYOMAN
Gusti telah menyakiti tiyang
lagi. Saya akan
pergi. Saya akan pergi sekarang juga.
GUSTI BIANG
Ya, pergi
kau sekarang juga. Bedebah. Leak. Pil-pil tiap hari
dicekoki pil.
NYOMAN
Waktu
putra Gusti pergi lima tahun lalu. Ide berpesan pada tiyang.
Jaga baik-baik ibuku NYOMAN, peliharalah kesehatannya,
jangan biarkan beliau menderita. Sekarang
Gusti Biang dinyatakan
sakit. Gusti harus berobat.
GUSTI BIANG
Diam!
Diam!
NYOMAN
Baiklah
kalau begitu
(Hendak pergi)
Gusti tidak usah berobat. Ya,
apa peduli tiyang,
segera Gusti akan terkapar
lesuh. Malam akan
bertambah malam jua
SAMPAI
DI PINTU IA BERBALIK DAN MENDEKATI MEJA
GUSTI BIANG
Apa
perdulimu?
NYOMAN
Tapi
semua itu akan segera hilang ...Kalau Gusti mau meneguk air
daun belimbing ini.
Jamu ini diramu berdasarkan petunjuk dukun kesayangan Gusti
Biang. Tiyang sudah mencampurnya
dengan akar-akaran yang harum dan
akan menguatkan badan. Pasti Gusti Biang tidak akan batuk lagi. Gusti Minumlah
.....
GUSTI BIANG
Kau memang
setan licik!
(Berteriak hendak memukul. Nyoman menarik dari belakang)
Lepaskan!
Lepaskan leak! Wayan, Wayaaaan
NYOMAN BERHASIL
MENDUDUKKAN GUSTI BIANG DI KURSI
TAPI GUSTI BIANG MEMUKUL
BERTUBI-TUBI DAN NYOMAN BERLARI KE
SUDUT RUANG
NYOMAN
Cukup!
Cukup! (Berlari mengelilingi meja)
GUSTI BIANG (Terus memukuli Nyoman dan Nyoman merebut
tongkat)
Wayan
tolong Wayaaaan ...
NYOMAN
Tak tiyang
sangka Gusti sudah
seberat ini! Tak tiyang
sangka. Tiyang akan
pergi ke desa,
tak mau meladeni Gusti lagi!
GUSTI BIANG
Pergi
leak! Aku sama sekali tidak menyesal!
NYOMAN (Berlari keluar)
Tiyang
tidak akan kembali lagi!
GUSTI BIANG
Pergi
sekarang juga! Wayaaan Wayan tua ...
(Duduk)
Ratu Singgih,
moga-moga tulahlah perempuan
itu, Wayaaan ..........
Adegan IV
WAYAN
MASUK
WAYAN
Kalau
tak salah seperti ada yang berteriak ...
GUSTI BIANG
Tua
bangka, ke mana saja kau tadi, kenapa baru datang?
WAYAN
Tiyang
ketiduran di gudang.
GUSTI BIANG
Kejar
setan itu, putar lehernya! .. Kejar dia goblok!
WAYAN
Mana
ada setan sore-sore begini Gusti?
GUSTI BIANG
Kejar
perempuan setan itu.
WAYAN
Perempuan,
perempuan yang mana Gusti?
GUSTI BIANG
Begundal
itu! Masukkan dia ke gudang!
WAYAN
Maksud
Gusti, Nyoman?
GUSTI BIANG
Usir
dia dari rumah ini!
WAYAN Tetapi ... tetapi ...
GUSTI BIANG
Tua bangka,
pukul dia sampai mati,
putar lehernya. Diam saja seperti
kambing!
WAYAN (Tertawa)
Gusti,
Gusti, tidak ada kambing di sini!
GUSTI BIANG
Kau
juga tidak waras!
WAYAN
Tetapi,
memukul? Memutar leher?
GUSTI BIANG
Penakut!
WAYAN
Tidak, titiyang
tidak takut sama
leak atau memedi, tetapi memutar
leher Nyoman, piih,
lebih baik memutar leher
tiyang sendiri. Perawan
yang begitu cantik, baik, mahal.
GUSTI BIANG
Dia
mau meracunku.
WAYAN
Meracun? Masak, ada yang berniat meracun
Gusti.
GUSTI BIANG
Kau
tukang ngotot.
WAYAN
Jangan
gampang marah Gusti, itu cuma angan-angan. Sabarlah. Kalau
usia sudah lanjut,
tambahan lagi penyakitan, tak
baik marah-marah malam begini!
GUSTI BIANG
Bedebah!
Anjing ompong! Setelah mengusir dia aku akan mengutuk kau,
biar ,mati kelaparan
di pinggir kali.
WAYAN
Baik, kutuklah
tioyang. Usir sekarang,
tapi jangan menyuruh menyakiti orang dalam usia lanjut. Orang sedang bertapa
dan bertobat disuruh
mukul orang. Kalau ular
belang atau ular
hijau, cacing tanah
atau ulat bulu, Wayan
akan bunuh untuk
keselamatan Gusti seperti tiga
bulan lalu. Gusti duduk di sini dan
titiyang di sana
di bawah pohon
sawo. Tiba-tiba Gusti Biang berteriak
“ULAR”. Sekejab mata ular itu telah menjadi delapan potong, ya tidak?
GUSTI BIANG
Ular
...?
WAYAN
Jangan takut. Ular
kelihatannya saja berbahaya,
tapi sebenarnya binatang yang
paling pemalu dan
lucu. Titiyang sendiri sering menyimpan ular sawah dalam saku untuk
dibelai pada waktu senggang, ...Oh mana
ya? Ular sawah tak mengandung bisa, Gusti
jangan takut ...
(Merogoh
kantongnya)
Ah,
ini dia.
GUSTI BIANG
Ulaaaarrrrr.
GUSTI
BIANG LARI, WAYAN
MENGGELENG-GELENGKAN KEPALA MENDENGAR
JANDA BANGSAWAN ITU MEMAKI-MAKI. MALAM BERTAMBAH LARUT
BABAK II
HALAMAN
RUMAH MALAM. WAYAN SEDANG MENGENANG MASA-MASA MUDANYA.
Adegan I
WAYAN MENEMBANG
PELAN-PELAN. TIBA-TIBA MELIHAT
SOSOK TUBUH, LALU MENGHAMPIRI.
WAYAN
Mau
ke mana Nyoman?
NYOMAN
Pulang
ke desa.
WAYAN
Malam-malam
begini?
NYOMAN
Apa
salahnya?
WAYAN
Kau
akan kemalaman di jalan.
NYOMAN
Aku
tidak takut.
WAYAN
Banyak
orang jahat sekarang.
NYOMAN
Biar
saja, daripada saya sakit tinggal di sini.
WAYAN
Besok
sajalah pagi-pagi, bape akan mengantarmu dengan
bus.
Oh ya, kau belum dapat ijinkan?
NYOMAN
Biar.
WAYAN
Kapan
kau akan balik? Kenapa tergesa-gesa?
Bape tidak marah Nyoman.
Bape bersumpah lebih
baik mati dimakan leak
daripada memukul engkau.
Kenapa tiba-tiba saja pulang?
NYOMAN
Saya
dipukul, saya diusir, buat apa
tinggal di sini kalau tidak
disukai.
WAYAN
Nyoman. Nyoman
sudah biasa tinggal
di sini, kau
tak akan betah tinggal
di sana. Nanti
kamu akan rusak
di sana.
NYOMAN
Tapi di
sana orangnya baik-baik.
Saya tidak pernah dipukul, saya
lebih senang tinggal
di situ, biar
cuma makan batu.
WAYAN
Daripada
makan batu lebih
baik tinggal di
sini, makan minum cukup, ada radio, bisa nonton film India.
NYOMAN
Tapi kalau
tertekan seperti binatang?
Dimarahi, dihina, dipukul seperti
anak kecil!
WAYAN
Tapi
NYOMAN harus mengerti, kita
berhutang budi pada Gusti Biang.
NYOMAN (Pelan-pelan)
Memang, saya
banyak berhutang budi, dikasih makan, disekolahkan, dibelikan
baju, dimasukkan kursus modes,
tapi kalau tiap
hari dijadikan bal-balan, disalah-salahkan terus?
Sungguh mati kalau
tidak dikuat-kuatkan, kalau tidak ingat pesan tu Ngurah, sudah dari
dulu-dulu sebetulnya.
WAYAN
Aduh, apa
nanti yang mesti
bape katakan kalau
dia menanyakan .... ”Di
mana Nyoman Bape?”
Nah, apa yang akan Bape jawab?
NYOMAN
Ide sudah
lupa sama icang
Bape, di sana
banyak bintang-bintang
pilem, pasti dia
sudah lupa. Nulis surat aja tidak.
WAYAN
Tidak,
dia tidak begitu?
NYOMAN
Siapa
bilang begitu?
WAYAN
Aku tidak bilang. Ha .. ha
.. pasti dia tidak akan begitu.
Kalau sampai begitu,
aku yang tanggung
jawab. Makanya jangan pulang, sini barangnya..
NYOMAN
Akan
saya tunggu di desa saja.
WAYAN
Sudahlah,
dia cuma orang tua bangka. Umurnya hampir
tujuh puluh tahun.
Kenapa Nyoman pusing
benar kepadanya?
Adegan II
SUARA GUSTI
BIANG MENCARI NYOMAN,
GUSTI BIANG MUNCUL
DAN NYOMAN MENGHAMPIRI WAYAN.
NYOMAN
Saya pergi
Bape, tidak bisa
tahan lagi, saya
sudah bosan.
GUSTI BIANG
Jangan
biarkan dia membawa bungkusan itu! Tahan dia Wayan.
WAYAN
Tentu
Gusti Biang.
NYOMAN
Baik,
titiyang akan pergi.
GUSTI BIANG
Suruh
dia pergi goblok, jangan biarkan dia
mencuri bungkusan itu. Itu bukan kepunyaannya.
WAYAN
Tapi
itu pakaiannya sendiri Gusti.
GUSTI BIANG
Dulu ketika
kubawa kemari, dia
cuma pakai kain rombeng. Ambil segera Wayan! Sakit gede.
NYOMAN
Baik,
ambil saja Bape Wayan.
GUSTI BIANG
Nanti
dulu.
NYOMAN
Apa
lagi yang Gusti kehendaki?
GUSTI BIANG
Wayan!
WAYAN
Ya,
ada apa Gusti?
GUSTI BIANG
Simpan bugkusan
itu, jangan goblok
kamu, lalu ambil buku besar,
catatan keluar masuk, dari dalam lemari, ini kuncinya. Cepat!
WAYAN
Ah, catatan
keluar masuk? Baru sekali
ini titiyang mendengarnya .....
GUSTI BIANG
Ambil
cepat goblok.
WAYAN
Tapi
buku besar yang mana Gusti?
GUSTI BIANG
Tolol kamu
ini! Buku besar
di dalam lemari
yang berwarna hijau.
WAYAN
Oh. Gusti Biang
Ayo cepat!
Adegan III
WAYAN
MASUK MEMBAWA BUNGKUSAN.
GUSTI BIANG BERTOLAK
PINGGANG, NYOMAN MEMPERHATIKAN
DENGAN SANGAT BENCI.
GUSTI BIANG
Perempuan tak
tahu balas budi.
Tidak tahu berterima kasih,
dikasih makan tiap
hari malah durhaka. Disekolahkan
malah jadi lawan.
Maling, ular, mau meracun.
NYOMAN
Katakan
sepuas-puasnya Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Aku mau
diracunnya, terlalu. Akan
kuadukan kau kepada polisi. Gila!
NYOMAN
Gusti
sendiri yang menyiksa tiyang.
GUSTI BIANG
Dasar penjilat!
Kuberhentikan kau sekolah
karena kau main mata
dengan guru dan
tukang kebun sekolah itu.
NYOMAN
Bohong!
Itu hasutan anak Gusti Biang sendiri.
GUSTI BIANG
Benar!
NYOMAN
Bohong!
GUSTI BIANG
Benar, kau memang
liar, genit, dan
licik serta apa saja yang jelek-jelek.
NYOMAN
Baik,
baik, tapi kau juga genit.
GUSTI BIANG
Apa
katamu?
NYOMAN
Kau
juga genit, kau ...
GUSTI BIANG
Apa
katamu leak? Wayan akan memutar lehermu!
NYOMAN
Wayan
akan memutar lehermu!
GUSTI BIANG
Dia
akan menguncimu dalam gudang!
NYOMAN
Dia
akan menguncimu dalam gudang!
GUSTI BIANG
Setan!
Akan kucarikan kau polisi!
NYOMAN
Polisi
itu akan membawakan Gusti ular belang.
GUSTI BIANG
Diam!
Diam!
(Nyoman hendak
pergi meninggalkan gusti
biang, tapi gusti
biang Mencegahnya)
Jangan
pergi! Jangan duduk! Jangan bergerak!
NYOMAN (Berhenti
lalu mendekat dan memandang Gusti Biang dengan marah)
Gusti
Biang, tiyang bosan merendahkan diri, dulu tiyang menghormati Gusti karena usia
Gusti lanjut. Tiyang mengikuti semua apa yang Gusti katakan, apa yang Gusti
perintahkan meskipun tiyang sering tidak
setuju. Tetapi Gusti sudah keterlaluan sekarang. Orang disuruh makan tanah
terus-menerus, Gusti anggap tiyang tak lebih dari cacing tanah. Semutpun kalau
diinjak menggigit, apalagi manusia, Gusti yang seharusnya agung, luhur, menjadi
tauladan tapi seperti ...
GUSTI BIANG
Seperti
apa?
NYOMAN
Orang kebanyakan
saja mempunyai kasih
sayang dan menghargai orang
lain. Tapi Gusti,
di mana letak keagungan
Gusti? Cobalah Gusti
berjalan di jalan raya seperti
sekarang, Gusti akan ditertawakan oleh orang banyak. Sekarang orang tidak lagi
diukur dari keturunan tapi
kelakuan dan kepandaianlah yang menentukan.
Sekarang tidak hanya bangsawan, semua
orang berhak dihormati
kalau baik. Begitu mestinya.
GUSTI BIANG
Begitu
mestinya. Bohong! Bohong tolol!
NYOMAN
Memang tiyang
tolol. Buat apa
mengatakan ini semua. Gusti
sudah terlalu lanjut, akan
terlalu sakit untuk mengubah
kebiasaan Gusti. Tapi seandainya
mencoba, mencoba saja,
saya akan mau
di sini mengabdi untuk selamanya.
GUSTI BIANG (Meludah)
Ha..
ha .. kau tidak perlu pidato omong kosong, kau perempuan
sudra. Kau akan kena tulah
karena
berani menentangku, hei cepat Wayan!
Adegan IV
WAYAN
MUNCUL DENGAN BUKU DITANGANNYA
GUSTI BIANG
Nah, sekarang
sebelum kau pergi,
kau harus melunasi hutangmu dulu.
NYOMAN
Hutang
apa? Nyoman tidak pernah meminjam uang.
GUSTI BIANG
Buka bagian
yang bertuliskan tinta merah, Wayan, cepat Wayan!
WAYAN (Tampak
bingung membalik-balik buku)
Nanti
dulu, piih. Nah ini dia.
GUSTI BIANG
Baca
perlahan dengan jelas. Baca kataku!
WAYAN (Masih bingung,
mendekatkan lampu)
Piih, mata tiyang
kurang terang, sebentar,
piih kenapa belum terang juga, kabur Gusti.
WAYAN
Gusti
lupa, Wayan tak pernah belajar membaca.
GUSTI BIANG
Setan
bawa kemari buku itu!
(gusti biang
mengambil buku itu
dan memberi isyarat
kepada wayan agar mengambil kaca
mata dan lampu
teplok. wayan segera
melakukannya dan mengangkat lampu
teplok tinggi-tinggi)
Nah, di
sini dicatat semua
perongkosan yang kau habiskan
selama kau dipelihara
di sini. Nyoman Niti,
asal dari desa
Maliling, umur lebih
kurang delapan belas tahun.
Kulit kuning dan
rambut panjang. Badan biasa, lebih tinggi sedikit dari Gusti Biang. Mulai
dari tahun lima
puluh empat, lima pasang baju, sebuah boneka, sebuah bola
bekel, satu biji kelerang, satu tusuk konde, dan ...
WAYAN (Memotong)
Benar,
piih, semua Gusti catat.
NYOMAN
Gusti
Biang ....
GUSTI BIANG
Tahun lima
puluh lima, sekarang!
Dua baju rok, batu
tulis, kebaya, pinsil,
satu batang jarum, sepasang teklek,
tikar dan seekor
anak kucing belang.
WAYAN
Ah, benar Gusti Biang, titiyang masih ingat
sekali ketika pertama kali Nyoman mengenakan
kain kebaya. Piih, semuanya itu sudah lewat.
GUSTI BIANG
Selama dua
tahun ini sudah
berjumlah dua juta rupiah
... kemudian sekarang
tahun lima puluh enam!
Tidak ada, sebab
aku lupa mencatatnya. Tahun lima puluh tujuh, aku juga
lupa mencatatnya. Tetapi di sini yang kuingat,
ia memecahkan sebuah cangkir
dan kaca mataku.
Lalu tahun lima
puluh delapan! Sepasang sandal,
sekotak bedak, kaca jendela
dipecahkannya, dua buah
gelas tiba-tiba menghilang, sekilo
daging dimakan si belang karena
lupa mengunci
dapur. Tiga buah
sisir, tiga butir kelapa
hilang. Seekor ayamku
yang paling baik disembelihnya, sepuluh
anak ayam tiba-tiba
mati, yang bulu putih,
hitam, coklat, kuning,
dan berumbun. Lalu ...
WAYAN
Tapi semua
itu tak bisa
dipertanggungjawabkan kepada Nyoman, Gusti,
itu adalah kesalahan induknya yang
tidak berhati-hati menjaga
anaknya. Bukan kesalahan Nyoman.
GUSTI BIANG
Diam!
Diam kataku! Ini adalah urusanku, nanti kau
akan mendapat bagianmu
sendiri. Nah, ongkos hidupmu hampir
delapan belas tahun
di sini, benar-benar sudah
kelewat batas. Coba lihat di sini, tahun
enam puluh misalnya
.. memecahkan kaca jendela,
korupsi sabun, menghanguskan
nasi, korupsi uang belanja
dapur dan pekerjaan
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Beberapa
kali aku memanggil mantri
untuk mengobatinya,
membeli
obat waktu ia sakit. Banyak, banyak sekali, itu
belum ditambah yang
lain-lain yang aku
lupa catat. Belum lagi ditambah bunganya ...
WAYAN
Piih,
ini perhitungan gila!
GUSTI BIANG (Berkata sungguh-sungguh)
Semua telah
aku catat bersama tanggal dan
hari kejadiannya. Sekarang kau boleh pergi.
Kapan-kapan aku dan Wayan akan datang ke tempatmu dengan seorang polisi
dan juru
sita
sebab kau pasti tidak bisa membayar. Kau cuma punya gubuk
yang buruk di
desa dan tak
pernah makan nasi. Rentenya
sepuluh persen sebulan. Nah, bawa
buku ini lagi
ke dalam Wayan.
Simpan baik-baik untuk dipergunakan
kelak. Lalu usir dia! Apa yang kau tunggu lagi? Ambil buku
ini, dan usir dia!
WAYAN TAK
MENERIMA, IA MENDEKAT
KE MEJA DAN
MELETAKKAN LAMPU TEPLOK KEMUDIAN BERJONGKOK
WAYAN
Titiyang tak
kuasa. Badan titiyang
lemas. Gusti telah, mencatat
hutang-hutang titiyang pula. Berapa
semuanya Gusti?
GUSTI BIANG
Sudah
tak terhitung lagi, hampir dua puluh juta!
WAYAN
Piih,
titiyang punya nyawapun tak ada harganya dua puluh juta,
Gusti, titiyang benar-benar
ingin menangis sekarang.
GUSTI BIANG
Usir
dia sekarang juga,
jangan ngarje roras di sini.
(Melihat Wayan
masih jongkok)
Apa? Baik
aku sendiri yang mengusirnya kalau kau tak mau.
NYOMAN
Tidak
usah disuruh Gusti, tiyang memang mau pergi sekarang. Tetapi
sebelum titiyang pergi,
tiyang hitung berapa hutang Gusti kepada tiyang.
GUSTI BIANG
Oh, aku
tak pernah pinjam
uang sepanjang hidupku..
NYOMAN
Lebih
dari sepuluh tahun tiyang menghamba di sini. Bekerja keras
dengan tidak menerima
gaji. Kalau tidak ada Bape Wayan sudah
lama tiyang pergi dari sini. Selama ini
tiyang telah membiarkan
diri diinjak-injak,
disakiti, dijadikan bulan-bulanan seperti keranjang
sampah. Tidak perlu
rentenya, pokoknya saja. Hutang Gusti
Biang kepada tiyang, sepuluh juta
kali sepuluh tahun.
Belum lagi sakit hati
tiyang karena fitnahan
dan hinaan Gusti. Pokoknya melebih
harta benda yang
masih Gusti miliki sekarang.
Tapi ambillah semua
itu sebagai tanda bakti tiyang
yang terakhir.
GUSTI BIANG
Pergiiii!
Pergiiii!
NYOMAN
MENGHAPUS AIRMATA DAN
BERLARI KE LUAR
PINTU! JANDA BANGSAWAN
ITU MENGAWASINYA DENGAN MENGANGKAT LAMPU TEPLOK
Adegan V
WAYAN
YANG DUDUK MEMBELAKANGI GUSTI BIANG TIDAK TAHU KALAU NYOMAN TELAH PERGI
WAYAN (Bergumam)
Satu milyar
kali sepuluh tahun? Aneh-aneh saja pembukuan jaman
sekarang!
GUSTI BIANG (Mendekati
Wayan)
Jangan
cerewet Wayan. Awasi dia supaya jangan kembali kemari, kau dengar?
WAYAN
Sabar
Gusti, kenapa Gusti gelap mata? Gusti telah menghantam semua
orang dengan hutang.
Satu milyar dan ..
(Menoleh ke
belakang dan heran)
Piih,
di mana Nyoman, Gusti?
GUSTI BIANG
Dia sudah pergi, buta. Dia tidak akan mengganggu
kita
lagi ....
WAYAN
Maksud Gusti,
dia sudah pergi
dan titiyang tidak melihatnya?
GUSTI BIANG
Ya,
kita sudah terlepas dari bahaya ....
WAYAN
Terlepas?
Justru bahaya itu sekaranglah baru mulai
Gusti.
GUSTI BIANG (Tertawa geli)
Tenang Wayan.
Jangan pikirkan yang dua puluh
juta itu, aku cuma pura-pura.
WAYAN (Beringas)
Titiyang tidak
memikirkan titiyang punya diri,
titiyang memikirkan putra Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Bagus
Wayan. Ah, mana kaca mata itu. Segera
kita akan baca berita yang dikirimnya.
WAYAN
Dia akan
mengumpat titiyang dan
akan mengalungkan ular karena keteledoran titiyang. Ke
mana tadi
perginya Gusti? Titiyang
akan mengejarnya.
GUSTI BIANG
Apa
maksudmu Wayan?
WAYAN
Buta!
Tuli! Pikun! Piih! Dunia! Dunia ...
GUSTI BIANG (Panik)
Katakan, kenapa
dia Wayan? Ya katakan, katakan apa maksudmu.
WAYAN (Menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan kesal)
Nyoman
niti, gusti biang.
GUSTI BIANG
Ya,
Nyoman begundal itu, kenapa dia?
WAYAN
Gusti, Nyoman
adalah tunangan Ngurah,
calon menantu Gusti Biang
sendiri, berani sumpah, Nyoman adalah
tunangan Ngurah. Ratu
Ngurah sendiri yang mengatakannya. “Aku akan mengawini Nyoman Bape”
katanya. “Biar hanya
orang desa, pendidikannya rendah
tapi hatinya baik,
daripada ...” biar dimakan leak. Demi apa saja!
GUSTI BIANG
Tidak, semua
itu hasutan. Anakku
tidak akan kuperkenankan kawin
dengan bekas pelayannya. Dan, kami
keturunan ksatria kenceng.
Keturunan raja-raja Bali yang tak
boleh dicemarkan oleh darah sudra.
WAYAN
Tapi
kalau Ratu Ngurah menghendaki, bagaimana?
GUSTI BIANG
Bisa saja
dipelihara sebagai selir.
Suamiku dulu memelihara lima
belas orang selir.
Kalau tidak, jangan mendekati
anakku.
WAYAN
Tapi
mereka saling mencintai!
GUSTI BIANG
Cinta? Apa
itu cinta, itu
hanya ada dalam kidung-kidung Smarandanamu.
WAYAN
Kalau
begitu alamat akan perang.
GUSTI BIANG
Perang,
apa maksudmu? Perang sudah selesai, tidak ada perang lagi!
WAYAN
Wayan
tidak mau kehilangan tongkat dua kali.
GUSTI BIANG
Ngurah tidak akan sudi menjamah perempuan dekil itu.
WAYAN
Ratu
Ngurah benar-benar mencintai Nyoman, Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Bohong!
WAYAN
Baik,
bacalah surat itu kalau tidak percaya!
GUSTI BIANG
Surat?
Ini surat Ngurah, aku terima tadi.
WAYAN
Sudah
lima hari yang lalu!
GUSTI BIANG
Tapi!
Kau keterlaluan!
WAYAN
Coba
baca!
(GUSTI
BIANG MEMBACA DEKAT LAMPU
TEPLOK DAN WAYAN MENDENGARKAN DENGAN TENANG)
GUSTI BIANG
Swatiastu,
ibunda tercinta .... Kalau aku bilang tadi, kamu bilang
sudah lima hari,
apa saja yang
aku katakan kamu lawan! Dewa Ratu, dengarlah Wayan. Betapa pinternya
ia menghormati
(Membaca lagi)
dengan singkat
ananda kabarkan bahwa
ananda segera pulang. Ananda
telah merencanakan
berunding dengan
ibu. Sudah masanya
sekarang ananda menjelaskan. Meskipun
ananda belum menyelesaikan pelajaran,
bahkan mungkin ananda akan
berhenti sekolah saja,
sebab tak ada
lagi gunanya. Ananda hendak
menjelaskan kepada ibu bahwa
ananda tidak bisa
lagi berpisah lebih
lama. Rahasia ini ananda
simpan sejak lama. Supaya
ibu tidak kaget nanti, akan
saya terangkan bahwa ananda
bermaksud, ananda bermaksud
... ananda
bermaksud
MENGULANG
SAMBIL MENDEKATKAN LAMPU TEPLOK
WAYAN
Bermaksud
apa?
GUSTI BIANG
Bermaksud,
bermaksud ...
WAYAN
Ya
bermaksud apa? Baca terusnya Gusti Biang.
GUSTI BIANG (Tiba-tiba surat
itu jatuh dari
pegangannya)
Jadi,
dia benar-benar mau kawin dengan perempuan itu?
WAYAN
Ya!
GUSTI BIANG
Tidak! Ini
tidak boleh terjadi. Aku melarang
keras, Ngurah harus kawin
dengan orang patut-patut. Sudah kujodohkan
sejak kecil dia
dengan Sagung Rai. Sudah
kurundingkan pula dengan keluarganya di
sana, kapan hari
baik untuk mengawinkannya. Dia tidak
boleh mendurhakai orang tua
seperti itu. Apapun yang
terjadi dia harus
terus menghargai
martabat yang
diturunkan oleh leluhur-leluhur di puri
ini. Tidak sembarang
orang dapat dilahirkan sebagai bangsawan. Kita harus
benar-benar menjaga martabat ini. Oh,
aku akan malu sekali,
kalau dia mengotori nama
baikku. Lebih baik
aku mati menggantung diri
daripada menahan malu
seperti ini. Apa nanti
kata Sagung Rai?
Apa nanti kata keluarganya kepadaku?
Tidak, tidak!
(Wanita Itu Menjerit
Dan Mendekati Wayan
Dengan Beringas)
Kau, kau
biang keladi semua
ini. Kau yang menghasut supaya
mereka bertunangan. Kau
sakit gede!
WAYAN
Tidak,
titiyang tidak ikut campur Gusti Biang.
GUSTI BIANG
Ya, kaulah
hantu yang memburu
hidupku. Aku masih ingat kejadian jaman dulu. Waktu aku masih muda dan
kau memburuku dengan mata buayamu itu,
kau memang licik! Dasar manusia sudra! Kau menghasut anakku
supaya kawin dengan
Nyoman karena kau sendiri gagal!
WAYAN
Siapa
bilang tiyang gagal!
GUSTI BIANG
Suamiku
yang telah menggagalkan kau.
WAYAN
Suami
GUSTI BIANG seorang pembohong!
GUSTI BIANG
Bedebah! Berani
kau menghina pahlawan
di puri
ini?
WAYAN (Tertawa pehit.
Wajahnya menjadi keras)
Pahlawan? Pahlawan
apa? Siapa yang mengatakan dia pahlawan?
GUSTI BIANG
Semua mengatakan
dia pahlawan! Dia
telah berjuang untuk kemerdekaan
dan mati ditembak Nica!
WAYAN
Itu bohong!
Orang-orang seperti dia
yang menggabungkan diri
dalam pasukan Gajah Merah memang pantas
disebut pahlawan, Pahlawan penjajah! Orang-orang
seperti dia telah
menikam perjuangan dari belakang.
GUSTI BIANG
Pergi! Pergi
bangsat! Angkat barang-barangmu. Tinggalkan rumah
suamiku ini. Aku
tak sudi memandang mukamu!
MELEMPARI WAJAH
WAYAN DENGAN BOTOL
WAYAN
Baik
aku akan pergi sekarang. Aku akan
menyusul Nyoman. Aku juga bosan
di sini meladeni tingkah lakumu. Tapi sebelum aku pergi akan aku jelaskan tentang pahlawan gadungan itu. Gusti
harus tahu ....
GUSTI BIANG (Memotong)
Tidak!
Aku tidak mau mendengar. Kau telah menghina
suamiku. Ini tidak
bisa dimaafkan
lagi.
Pergi! Pergi! Sebelum aku mengutukmu, pergi! Rumah ini
kepunyaanku, tinggalkan gudangku
itu, pergi bedebah!
WAYAN
Benar?
GUSTI BIANG
Pergi
leak! Jangan kau menggangguku lagi. Pergi!
WAYAN
Baik,
tiyang akan pergi Gusti Biang.
WAYAN
MENINGGALKAN RUANGAN, GUSTI BIANG MELONTARKAN KUTUKAN
GUSTI BIANG
Tinggalkan gudang
itu sekarang juga.
Enyah dari rumah suamiku.
(Agak rendah,
jongkok)
dia sudah menjadi
setan, suamiku dihinanya,
anakku dihasutnya. Terkutuk, terkutuk
bedebah itu. Apa yang
harus aku katakan
kepada Sagung Rai
kalau Ngurah kawin dengan
perempuan sudra itu? Bedebah,
terkutuk! Dewa Ratu,
malangnya nasib orang tua
ini, semua mendustaiku,
semua orang menjadi binatang.
MEMANDANG SEKELILING
LALU DUDUK DI KURSI. UNTUK
BEBERAPA SAAT IA
TERTIDUR DI KURSI ITU
BABAK III
TEMPAT
TIDUR GUSTI BIANG
Adegan I
GUSTI BIANG
tertidur
ketika Ngurah masuk.
NGURAH
Ibu
...
GUSTI BIANG
Siapa?
NGURAH
Tiyang
Ngurah, Tiyang datang Ibu ....
GUSTI BIANG
Ngurah?
NGURAH
Yah!
Ngurah, bangun ibu.
GUSTI BIANG (Mengusap
matanya tak percaya
lalu terbelalak sambil tersenyum)
Ngurah ..
Ngurah, kenapa kau baru pulang,
kau sudah lupa
pada ibumu. Kurang
ajar,
aku telah dihina, direndahkan, leak. Kalau kau ada
di rumah, mereka
tidak akan berani.
Semua orang sudah pergi, tak ada yang merawatku. Kamu jadi kurus
hitam, seperti kuli.
NGURAH
Ya,
saya bekerja di situ.
GUSTI BIANG
Bekerja?
Katanya belajar kenapa bekerja?
NGURAH
Ya,
bekerja sambil belajar.
GUSTI BIANG
Karena
itu kamu gagal.
NGURAH
Ibu,
banyak sekali yang saya pikirkan.
GUSTI BIANG
Tapi
kau tak pernah memikirkan ibumu.
NGURAH
Justru
karena tiyang memikirkan ibu jadi begini.
GUSTI BIANG
Kau
memikirkan ibumu kalau
kau perlu uang.
Itu
barang-barangmu?
NGURAH
Ya.
GUSTI BIANG
Itu
koper yang ibu belikan dulu?
NGURAH
Ya,
betul ibu.
GUSTI BIANG
Koper
itu bisa kau jaga, tapi tujuanmu ke sana tidak. Mana barang-barangmu yang lain?
NGURAH
Masih
ada di pondokan.
GUSTI BIANG
Mengapa kau
tinggalkan di situ,
apa kau akan kembali ke situ?
NGURAH
Saya
tidak tahu. Semua tergantung ...
GUSTI BIANG
Tergantung
apa?
NGURAH
Entahlah,
keadaan tentunya saja.
GUSTI BIANG
Ibu kira
kau sudah jadi
orang, ternyata? Mana cincinmu?
NGURAH
Cincin?
GUSTI BIANG
Waktu berangkat
dulu kau ibu
kasih tiga buah cincin
peninggalan ayahmu, mana sekarang?
NGURAH
Masih
ada....
GUSTI BIANG
Ada di
tukang gadai? Aku
sudah tahu kelakuan anak-anak yang
mengaku-ngaku sekolah tapi nyatanya
hanya nonton bioskop.
Aku sudah dapat firasat
buruk, kalau barang
peninggalan leluhurmu sudah kau perlakukan seperti itu.
Jangan-jangan kau akan ikut
merendahkan dan menghina
ibumu ini. Buat apa kau pergi jauh-jauh kalau untuk
bertambah
bodoh,
untung kau tidak membawa perempuan dari
sana, seperti Ngurah Purname
di puri Anom. Aku bisa mati
berdiri. Kalau cuma
perawan, perawan macam
apapun di sini
ada, tinggal pilih
saja. Tapi tidak ada yang lebih cantik,
lebih halus, lebih rajin dari Sagung Rai di seluruh puri-puri di
Tabanan ini. Sekarang dia sudah
besar dan cantik
sekali. Besok kamu harus ke sana membawa oleh-oleh.
NGURAH
Ibu,
ibu bicara apa itu?
GUSTI BIANG
Kau sudah
besar dan pantas
kau memberikan aku cucu,
sebelum kelewatan. Hanya
itu yang aku tunggu sekarang.
NGURAH
Nanti
saja kita bicarakan itu.
GUSTI BIANG
Tidak. Sekarang!
Apa oleh-olehmu untuk
Sagung Rai? Ha..ha kamu
juga tidak membawa
apa-apa buat ibu bukan?
NGURAH
Maaf
ibu.
GUSTI BIANG
Tapi kamu
pasti tidak lupa
membelikan begundal itu klompen,
baju brokkat, kaca mata, de colognet,
gincu, tas, ha!
Aku minta balsem
cap macan saja tidak digubris. Perempuan kurang ajar!
NGURAH
Perempuan?
Perempuan siapa ibu?
GUSTI BIANG
Putar-putar!
Aku sudah menerima suratmu.
NGURAH
Ya,
nanti saja kita bicarakan.
GUSTI BIANG
Kau
sendiri yang menulis kan?
NGURAH
Ya.
GUSTI BIANG
Kau
ingat apa yang kau tulis? Benar semua itu?
NGURAH
Ya,
nanti, nanti kita bicarakan.
GUSTI BIANG
Nanti atau
sekarang sama saja,
benar Ngurah kau yang menuliskan surat itu?
NGURAH
Sebentar
ibu, tiyang akan jelaskan.
GUSTI BIANG
Ngurah
kau anak durhaka!
NGURAH
Ibu,
tenanglah ibu.
GUSTI BIANG
Tidak! Kalau
masih berniat kawin
dengan dia, jangan coba-coba
memasuki rumah ini,
dan kalau kawin juga
dengan dia, jangan
lagi menyebut ibu kepadaku.
NGURAH
Tenang,
mari kita bicarakan nanti baik-baik,
tiyang sudah lelah. Semuanya nanti kita bicarakan.
GUSTI BIANG
Ibu pun
sangat lelah. Tak
ada waktu lagi berpanjang-panjang. Sebelum
ini berakar menjadi sakit
hati, kita harus
meyelesaikannya, sekarang juga
harus selesai!
NGURAH
Begitukah
keputusan ibu?
GUSTI BIANG
Ya.
NGURAH
Tiyang
ingin istirahat dulu.
GUSTI BIANG
Kau
boleh berbuat sesukamu kalau semuanya sudah beres. Ini adalah rumahku dan kau
adalah ahli waris satu-satunya.
NGURAH
Baiklah, kalau
itu yang ibu
kehendaki.
HENDAK
DUDUK
GUSTI BIANG
Kau tak
perlu duduk! Ibu
sendiri tak akan
duduk sebelum semuanya selesai
dengan baik. Kita
akan selesaikan sekarang. Jadi
kau bermaksud kawin dengan penjeroan itu?
NGURAH
Begini
ibu ...
GUSTI BIANG
Jawab saja
dengan singkat. Benar
kau mau mengawininya? Jawab Ngurah. Jawab!
NGURAH
Ya,
titiyang akan mengawininya.
GUSTI BIANG
Ngurah!
Kau sudah diguna-gunanya.
NGURAH
Kami
saling mencintai ibu.
GUSTI BIANG
Cinta? Ibu dan
ayahmu kawin tanpa
cinta. Apa itu cinta? Yang ada
hanyalah kewajiban menghormati
leluhur yang telah menurunkanmu, menurunkan kita semua di
sini. Kau tak
boleh kawin dengan
dia, betapapun kau menghendakinya. Aku
telah menyediakan orang yang
patut untukmu. Jangan membuatku malu. Ibu telah menjodohkan
kau sejak kecil dengan Sagung Rai.
NGURAH
Sagung
Rai? Tidak ibu.
GUSTI BIANG
Apa kurangnya
Sagung Rai, dibanding
dengan perempuan desa itu.
NGURAH
Tidak,
tiyang tidak mau kawin dengan dia.
GUSTI BIANG
Kenapa tidak?
Ibu dan keluarganya
telah selesai merundingkan semua.
Dia sudah tamat
SMP. Kelakuannya halus dan rajin.
NGURAH
Ibu,
soalnya bukan itu, ibu harus mengerti, sekarang orang ingin memilih sendiri
teman hidup.
GUSTI BIANG
Kalau ingin
kau pelihara perempuan
sudra itu karena nafsumu,
terserahlah. Boleh kau
pelihara sebagai selir. Kau
boleh berbuat sesukamu,
sebab aku telah
memeliharanya sejak kecil. Tetapi
untuk mengawininya dengan upacara itu tidak bisa.
NGURAH
Tidak?
GUSTI BIANG
Tidak!
Aku menentangnya.
NGURAH
Kenapa
tidak?
GUSTI BIANG
Dia tidak
pantas menjadi istrimu! Dia tidak
pantas menjadi menantuku!
NGURAH
Kenapa tidak
ibu? Kenapa? Siapa yang menjadikan Sagung
Rai lebih pantas
dari Nyoman untuk menjadi
istri? Karena derajatnya?
Tiyang tidak pernah merasa
derajat tiyang lebih tinggi dari orang lain.
Kalau toh tiyang dilahirkan di purian, itu justru menyebabkan tiyang harus
berhati-hati. Harus pintar berkelakuan baik agar bisa jadi
teladan orang, yang
lain
omong kosong semua!
(Gusti Biang
Terbelalak Dan Mendekat)
Tiyang sebenarnya
pulang meminta restu dari
ibu. Tapi karena ibu
menolaknya karena sola
kasta, alasan yang tidak
sesuai lagi. Tiyang
akan menerima akibatnya
(Gusti Biang
Menangis, Ngurah Bergulat Dengan Batinnya)
Tiyang akan
kawin dengan Nyoman. Sekarang
ini soal kebangsawanan jangan
di besar-besarkan lagi. Ibu
harus menyesuaikan diri, kalau
tidak ibu akan ditertawakan
orang. Ibu ...
GUSTI BIANG
Tinggalkan
aku anak durhaka! Pergilah memeluk kaki perempuan itu! Kau bukan anakku lagi!
Leluhurmu
akan mengutukmu,kau akan ketulahan.
NGURAH (Memegang kepala)
Ini tidak
bisa diselesaikan begini saja.
Panggillah Nyoman dan Bape Wayan,
kita
bicarakan tenang-tenang.
GUSTI BIANG
Tidak! Sudah
kuusir leak-leak itu!
Aku sudah dihina, diinjak-injak!
NGURAH
Diusir?
Nyoman, ibu usir?
KELUAR
GUSTI BIANG
Ya!
Leak itu
tidak boleh masuk rumahku ini.
Setan tua itu juga! Biar mati dua-duanya sekarang! Kalau
kau mau
ikut pergi terserah.
Aku akan mempertahankan kehormatanku.
Kehormatan suamiku,
kehormatan Sagung Rai,
kehormatan leluhur-leluhur di
puri ini.
BABAK IV
DEPAN
RUMAH MALAM
Adegan I
WAYAN
MUNCUL MEMBAWA KOPOR SENG DAN SENJATA. LALU MELIHAT KE DALAM RUMAH NGURAH
MUNCUL DARI SAMPING WAYAN
WAYAN
Tu
Ngurah ..
NGURAH
Bape
Wayan!
WAYAN
Tepat
sekali ratu Ngurah datang.
NGURAH
Apa kabar Bape?
WAYAN
Buruk
tu Ngurah, buruk sekali.
NGURAH
Bape
sehat-sehat saja?
WAYAN
Marahlah,
umpatlah si tua yang pikun ini.
NGURAH
Kenapa?
WAYAN
Nyoman
telah pergi.
NGURAH
Ke
mana?
WAYAN
Baru
saja tiyang hendak menyusulnya sekarang.
NGURAH
Baru
saja?
WAYAN
Ya,
baru saja, pasti belum jauh.
NGURAH
Kenapa
dia pergi Bape?
WAYAN
Tu Ngurah
tahu sendiri, sudah
lama Gusti Biang tidak
cocok dengan Nyoman.
Titiyang tidak bisa mendamaikannya. Nyoman
sudah sering ingin minggat, tapi
tadi, tiba-tiba saja
dia pergi. Salah titiyang juga tu Ngurah.
NGURAH
Sudahlah biar
dulu begitu. Semuanya
akan selesai nanti. Saya
juga telah bertengkar
dengan ibu. Duduklah Bape, bape
jangan ikut pergi. Duduklah bape. Pasti
ibu yang salah.
Bape sudah bertahun-tahun di
sini, tak baik kalau tiba-tiba pergi, duduklah bape ...
Adegan II
GUSTI
BIANG MUNCUL
GUSTI BIANG
Tinggalkan
rumahku sekarang ini juga.
WAYAN
Tiyang
sudah berusaha baik-baik tapi tidak berhasil. Bape pergi sekarang
KEPADA
NGURAH
GUSTI BIANG
Pergi
Leak, jangan mengotori rumah suamiku.
WAYAN
HENDAK PERGI, NGURAH MENAHANNYA
NGURAH
Bape! Jangan
pergi! Ingat saya
Bape. Jadi Bape akan tinggalkan?
GUSTI BIANG
Dia
hantu! Tinggalkan rumah ini cepat!
WAYAN
Ya,
tiyang hantu, seperempat abad tiyang mengabdi di rumah ini karena cinta.
Sekarang keadaan tambah buruk. Bape pergi
tu Ngurah
MENGANGKAT KOPER HENDAK PERGI
GUSTI BIANG
Tunggu
dulu! Apa yang kau bawa itu? Kau mencuri barang-barangku. Bedil? Bedil siapa
itu?
WAYAN
Pak
Rajawali punya bedil waktu revolusi.
Bedil ini sudah banyak membunuh
pengkhianat.
GUSTI BIANG
Bedil
itu kepunyaanku!
WAYAN
Kepunyaan
Gusti Biang?
(Kepada Ngurah)
Ini
bedil Bape ...
GUSTI BIANG
Ngurah! Ambil
bedil itu! Ia
mencuri bedil yang kusimpan di kamar ayahmu.
WAYAN
Ini
bedil pak Rajawali.
GUSTI BIANG
Setan, anakku
kamu hasut. Bedil
peninggalan suamiku kau curi! Ambil bedil itu Ngurah! Bedil itu wasiat
ayahmu.
NGURAH (Tertarik
kepada bentuk bedil itu)
Coba lihat, aneh sekali bentuknya.
WAYAN
Bedil
ini kepunyaan tiyang.
NGURAH
Benar?
Coba saya ingin lihat.
GUSTI BIANG
Rebut
saja! Jangan percaya dia lagi!
NGURAH
Ibu, di
mana peluru yang
menewaskan ayah?
MENGAMBIL
BEDIL DARI TANGAN WAYAN
GUSTI BIANG
Tentu
aku selalu membawanya sebagai jimat.
NGURAH
Coba lihat
(Menerima
peluru)
Peluru ini yang
telah membunuh ayah. Dokter
Belanda itu membedah mayat ayah dan menyerahkan peluru
ini kepada ibu. Ibu menyimpannya sebagai
kenang-kenangan. Kemudian atas permintaan
ibu, dokter itu
juga memberikan senjata yang
dipergunakan untuk menembakkan
peluru ini.
GUSTI BIANG
Benar. Senjata
laknat ini yang
telah membunuh suamiku. Nica
jahanam.
WAYAN
Nica
tidak mempunyai bedil macam ini.
GUSTI BIANG
Tidak!
Usir dia Ngurah! Usir cepat!
.
WAYAN
Bedil
macam ini hanya dipunyai gerilya.
GUSTI BIANG
Bedebah!
Tidak! Jangan biarkan dia bicara, usir!
WAYAN (Tertawa)
Semua pahlawan
mati tertembak Nica, tetapi dia tidak. I Gusti Ngurah Ketut
Mantri bukan
seorang pahlawan,
dia ditembak mati
gerilya sebagai penghianat.
GUSTI BIANG
Dengar, dia menghina
ayahmu! Usir dia!
Tembak dia sampai mati!
NGURAH (Memegang ibunya yang hendak memukul)
Tenang
ibu!
GUSTI BIANG Coba
katakan lagi suamiku
penghianat! Coba!
Kupukul
kau bedebah.
WAYAN
Dia
memang penghianat.
GUSTI BIANG
Leak!
Terkutuk kau!
NGURAH
Sabar
ibu!
MENDUDUKKAN
IBUNYA
GUSTI BIANG
Kenapa kau
diam saja anak
durhaka! Tembak jahanam itu! Dia
menghina suamiku.
NGURAH
Baik ibu,
tapi tenang, nanti
tetangga-tetangga bangun.
GUSTI BIANG
Biar,
biar. Usir dia sekarang
BATUK
KERAS
NGURAH
Bape bilang
ayah saya penghianat?
Kenapa Bape
WAYAN membeo
kata orang yang
iri hati? Bape sudah bertahun-tahun di sini mengapa mau
merusak nama baik keluarga
kami?
SALING
BERPANDANG-PANDANGAN
WAYAN (Dengan tegas)
Tiyang tahu
semuanya, tu Ngurah. Sebab tiyang
yang telah mendampinginya setiap
saat dulu.
Sejak kecil tiyang
sepermainan dengan dia,
seperti tu Ngurah
dengan Nyoman. Tiyang tidak
buta huruf seperti
disangkanya. Tiyang bisa membaca
dokumen-dokumen dan surat-surat rahasia yang
ada di meja
kerjanya. Siapa yang membocorkan gerakan
Ciung Wanara di
Marga dulu? Nica-nica itu mengepung Ciung Wanara yang dipimpin
oleh pak Rai, menghujani dengan
peluru dari berbagai penjuru,
bahkan dibom dari
udara sehingga kawan-kawan
semua gugur. Siapa
yang bertanggung jawab
atas kematian sembilan
puluh
enam kawan-kawan
yang berjuang habis-habisan itu? Dalam
perang puputan itu
kita kehilangan Kapten Sugianyar,
kawan-kawan tiyang yang paling baik,
bahkan kehilangan pak
Rai sendiri. Dialah yang telah berkhianat, dialah yang
telah melaporkan gerakan itu semua kepada Nica.
GUSTI BIANG
Tidak! Itu
tidak benar! Suamiku seorang
pahlawan Ngurah usir dia.
NGURAH
(Menghampiri Wayan)
Saya
tidak percaya!
GUSTI BIANG
Jangan
percaya! Leak!
NGURAH
Bape
menghina keluarga saya.
WAYAN
Bukan
menghina tu Ngurah. Begitulah
keadaannya. Desa Marga menjadi
saksi semua itu, hanya beliau dilahirkan sebagai
putra Bangsawan yang berpengaruh serta
dihormati karena jasa-jasa leluhur, dosa beliau kepada pak Rai
terhadap semua korban puputan itu seperti dilupakan. Tetapi tiyang sendiri tidak
pernah melupakannya. Bukan
hanya seorang, banyak penghianat-penghianat di bumi ini dianggap
orang sebagai pahlawan
sedangkan yang benar-benar
berjasa dilupakan orang.
NGURAH
Saya tak
senang dengan cara-cara
bape ini, diam-diam menjadi
musuh dalam selimut.
Susah payah saya memperbaiki
nama baik keluarga. Sekarang bape
hendak menodainya. Mencari-cari kesalahan memang gampang bape.
Bape lupa, besar jasa ayah saya
kepada perjuangan. Sayang
beliau sudah meninggal. Kalau
tidak, Ia akan menjelaskannya. Tarik kata-kata
bape.
WAYAN
HANYA TERSENYUM SINIS
NGURAH
Pergi!
WAYAN (Memalingkan
muka hendak pergi tapi tiba-tiba tertegun dan berbalik)
Berikan
bedil itu Tu Ngurah.
GUSTI BIANG
Tidak,
itu bedilku, kau telah mencurinya.
NGURAH
Coba buktikan,
buktikan kalau ayah
saya seorang penghianat. Berikan
bukti yang nyata, jangan hanya prasangka!
WAYAN (Menggeleng)
Berikan
bedil itu Tu Ngurah!
GUSTI BIANG
Ayahmu
ditembak Nica!
NGURAH (Membentak)
Buktikan!
WAYAN
Buat
apa?
NGURAH
Buktikan!
WAYAN
Tiyang selalu
mendampinginya. Tiyanglah yang selalu dekat dengan dia, dan tiyang
seorang gerilya.
NGURAH
Lalu?
MEREKA
SALING BERPANDANG-PANDANGAN. WAYAN MENGAMBIL BEDIL ITU DARI TANGAN NGURAH DAN
NGURAH SEPERTI TAK BERTENAGA MEMBERIKAN BEDIL ITU
WAYAN (Pelan)
Aku telah
sengaja melupakannya. Belanda itu
memungutnya, tetapi tak
tahu siapa yang
menembaknya.
(Membelai bedil)
Tiyanglah yang menembaknya.
NGURAH
Bape?
GUSTI BIANG
Tidak! Tidak!
Tidak!
BERDIRI HENDAK
MELEMPAR DENGAN TONGKAT. WAYAN
SEGERA MERAMPAS DAN
MENDUDUKKANNYA KEMBALI. SEMENTARA
NGURAH HANYA TERCENGANG
WAYAN
Diam!
Diam! Sudah waktunya menerangkan semua ini
sekarang. Dia sudah
cukup tua untuk
tahu.
(Kepada Ngurah)
Ngurah, Ngurah
mungkin mengira ayah Ngurah yang
sejati, sebab dia
suami sah ibu Ngurah. Tapi dia bukanlah seorang pejuang. Dia seorang
penjilat, musuh gerilya.
Dia bukan lelaki jantan, dia
seorang wandu. Dia memiliki lima belas
orang istri, tapi
itu hanya untuk
menutupi kewanduannya. Kalau dia
harus melakukan tugas sebagai
seorang suami, tiyanglah
yang sebagian besar melakukannya.
Tapi semua itu
menjadi rahasia ... sampai
... Kau lahir,
Ngurah, dan menganggap dia sebagai
ayahmu yang sebenarnya. Coba tanyakan
kepada ibu Ngurah,
siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati.
NGURAH
TAK PERCAYA DAN MENGHAMPIRI IBUNYA YANG MULAI MENANGIS
WAYAN
Dia pura-pura
saja tidak tahu
siapa laki-laki yang selalu
tidur dengan dia.
Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil,
sampai tua bangka ini. Hanya
kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan
dia menolakku,
lalu
dia kawin dengan
bangsawan, penghianat itu, semata-mata hanya soal kasta.
Meninggalkan tiyang yang tetap mengharapkannya. Tiyang
bisa ditinggalkannya,
sedangkan cinta itu
semakin mendalam.
NGURAH (Berdiri
dan bertanya dengan tolol)
Betulkah
itu?
WAYAN
Tanyakan
sendiri kepada dia.
NGURAH
Betulkah
semua itu Ibu?
GUSTI
BIANG TERUS MENANGIS SEMENTARA NGURAH TERUS BERTANYA SAMBIL BERTERIAK
WAYAN
Tiyang menghamba
di sini karena
cinta tiyang kepadanya. Seperti
cinta Ngurah kepada
Nyoman. Tiyang tidak pernah
kawin seumur hidup
dan orang-orang selalu menganggap tiyang
gila, pikun, tuli, hidup. Cuma
tiyang sendiri yang
tahu, semua itu tiyang lakukan
dengan sengaja untuk melupakan kesedihan,
kehilangan masa muda
yang tak bisa dibeli
lagi.
(Memandang Ngurah
dengan lembut. Tapi tiba-tiba
ia teringat sesuatu
dan kemudian
berkata)
Tidak. Ngurah
tidak boleh kehilangan masa
muda seperti bape
hanya karena perbedaan
kasta. Kejarlah
perempuan itu, jangan-jangan
dia mendapatkan halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani
pulang malam-malam begini.
Mungkin dia bermalam di
dauh pala di rumah temannya.
Bape akan mengurus ibumu.
Pergilah cepat, kejar
dia sebelum terlambat.
KEDUA LAKI-LAKI
ITU SALING MEMANDANG, GUSTI
BIANG TERPAKU DAN MERASA MALU SEKALI. WAYAN
KASIHAN DAN MENDEKATI
GUSTI BIANG. BEBERAPA
SAAT KEMUDIAN WAYAN MEMANDANG
NGURAH LAGI
WAYAN
Ngurah,
sudah tahu semuanya. Ngurah sudah pantas mendengar itu. Tapi Jangan terlalu memikirkannya. Lupakan saja
itu semua. Itu memang
sudah terjadi tetapi sekarang
setelah Ngurah tahu,
hati kami merasa lega. Sekarang
lupakan semua itu. Lupakan, jangan bersakit-sakit memikirkannya.
NGURAH
MEMALINGKAN MUKA KETIKA WAYAN MENATAPNYA
WAYAN
Semua itu
bohong, Titiyang bukan
ayah Ngurah. Tiyang adalah Wayan
yang pikun dan
akan segera mati, dan
beliau itu (Menunjuk
potret) bukan penghianat. Dia
seorang pahlawan dan
pantas Ngurah sebut ayah.
Ya ... banyak
terdapat keburukan di atas
dunia ini. Tapi
tidak semua keburukan yang
kita ketahui itu
perlu diketahui orang lain, kalau
bisa membuat keadaan lebih buruk lagi.
Pergilah Tu Ngurah
dan tiyang yang
akan meladeni Gusti Biang.
TANPA
MENOLEH NGURAH MENINGGALKAN TEMPAT
Adegan III
GUSTI BIANG
sudah
berhenti menangis, Ia malu menatap Wayan, tapi laki-laki itu mendekatinya.
WAYAN
Bagaimana
Gusti Biang?
GUSTI BIANG (Kemalu-maluan)
Kenapa
kau ceritakan semua itu padanya.
WAYAN
Waktu telah
tiba, dia sudah
cukup dewasa untuk mengetahuinya.
GUSTI BIANG
Kau
menyebabkan aku sangat malu.
(Gusti Biang Tertunduk Dan Wayan Menghapus
Air Matanya)
Wayan Kenapa Ngurah
dicegah kawin? Kita sudah
cukup menderita karena
perbedaan kasta ini.
Sekarang sudah waktunya
pemuda-pemuda bertindak. Dunia
sekarang sudah berubah.
Orang harus menghargai satu sama
lain tanpa membeda-bedakan lagi, bagaimana Gusti Biang?
GUSTI BIANG (Sambil
menghapus air matanya)
Aku
tidak akan mencegahnya lagi. Kita akan mengawinkannya,
(Dengan manja)
Tapi
jangan ceritakan lagi tentang yang dulu-dulu. Aku sangat malu.
WAYAN (Tersenyum)
Kalau begitu Wayan tidak
jadi pergi. Wayan akan menjagamu
Sagung Mirah, sampai kita
berdua sama-sama
mati dan di
atas kuburan kita, anak-anak itu berumah tangga dengan
baik. Sagung Mirah ..
GUSTI BIANG
Apa
Wayan?
WAYAN
Kau
tetap cantik seperti Dewi Sri ...
GUSTI BIANG
Huuuuuuuuuussssssss!
WAYAN
TERTAWA
LALU BERJALAN KE GUDANG. GUSTI BIANG MENGANGKAT LAMPU
TEPLOK UNTUK WAYAN.
TAMAT
Posting Komentar